Teknologi Pendidikan
A. Konsep Teknologi Pendidikan
Istilah
‘Teknologi’ berasal dari kata Yunani technologis. Technie berarti seni,
keahlian atau sains; dan logos berarti ilmu. Teknologi Pendidikan dalam arti
sempit bisa merupakan media pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat
bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif.
Sedang dalam
arti luas menurut Association for Educational Communication and technology
(AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur,
ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari problem
solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut
semua aspek belajar manusia. Dari definisi tersebut minimal ada dua hal yang
penting digaris bawahi : Proses dan belajar manusia. Dalam konteks yang lebih
umum , atau hanya dalam Proses pembelajaran , teknologi merupakan pengembangan,
penerapan, penilaian sistem , teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas belajar manusia.Semua itu dapat terwujud dengan adanya
komunikasi.
Teknologi
Pendidikan menurut Percival & Ellington, 1984 (Inggris), Istilah penting
tentang teknologi pendidikan, proses belajar, kondisi belajar, keefektifan,
efisiensi dan empirik. Lembaga teknologi pendidikan di Inggris yaitu CET for
UK, dan NCPL UK Pada halaman 19 – 20 dari buku tentang “Educational
Technology”, mereka mengutip definisi Council for Educational Technology for
the UK, yang menjabarkan teknologi pendidikan sebagai pengembangan, penerapan
dan evaluasi atas sistem, tehnik, serta alat bantu untuk meningkatkan proses
belajar (manusia).
Selain definisi
ini, mereka juga mencantumkan definisi yang berasal dari National Centre for
Programmed Learning, UK. Definisi tersebut berbunyi antara lain “teknologi
pendidikan adalah penerapan pengetahuan ilmiah mengenai belajar dan kondisi
belajar untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi pengajaran dan pelatihan.
Jika tidak ada temuan atau prinsip ilmiah, maka teknologi pendidikan
menggunakan tehnik teruji secara empirik untuk meningkatkan proses belajar”.
Mereka berpendapat pola terapan teknologi pendidikan terjadi berupa proses
berulang dan pendekatan sistem sebagai alur berpikir dalam merancang situasi
mengajar / belajar dan memanfaatkan metode atau tehnik apa saja yang dianggap
sesuai untuk pencapaian tujuan belajar. Pendekatan sistem diharapkan agar dapat diselaraskan dengan
rancangan materi dan luwes terhadap perkembangan terbaru proses belajar serta
kemajuan di bidang pendekatan mengajar/belajar berikut metodenya. Teknologi
Pendidikan sebagai suatu teknologi.
Teknologi
pendidikan/instruksional sebagai suatu teknologi telah memenuhi persyaratan,
diantaranya :
Ilmiah, yaitu
teknologi pendidikan telah teruji melalui serangkaian penelitian / pengembangan
teori
Terbuka, berarti
teknologi pendidikan dapat diubah, disesuaikan dengan situasi belajar-mengajar
Inovatif, adalah
penyesuaian terhadap masukan bidang lain agar tetap berhasil dalam proses
belajar
Sistemik, yaitu
alur berpikir yang menekankan keterhubungan antar komponen serta pengaruhnya
terhadap pencapaian tujuan belajar.
“Technology
phobia vs technology fever” (fobi teknologi vs demam teknologi): seringkali ada
orang yang “takut” (terkena aliran listrik) atau ragu-ragu untuk menggunakan
teknologi karena kemungkinan teknologi tadi terlihat rumit dan tidak akrab
namun terkadang ada orang yang “sangat” menyukai teknologi sehingga sangat
tergantung akan keberadaan teknologi.
B. Landasan Teknologi Pendidikan
1. Landasan Filosofis Teknologi Pendidikan
Landasan
Falsafah Penelitian teknologi pendidikan, terdiri atas 3 komponen seperti yang
diungkapkan oleh Suriasumantri (dalam Miarso 2007: 103) . Ada 3 jenis komponen
dalam teknologi pendidikan yaitu: ontology (apa), epistemology (bagaimana) dan
aksiologi (untuk apa).
Ontologi :
merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu
maka bidang kajiannya itu apa
Epistemologi :
Pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu
Aksiologi :
Menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maunpun secara khusus, baik
secara kasad mata maupun secara abstrak.
Yang menjadi
kajian dalam penelitian teknologi pendidikan menjadikan beberapa perkembangan
dalam bidang pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Ashby ( dalam Miarso
2011:104) yaitu adanya revolusi dalam bidang pendidikan
- Revolusi I: Pada saat orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya kepada oran lain. Orang lain tersebut diserahi untuk melaksanakan pendidikan anak-anaknya. Sebelumnya orang-orang melaksanakan pendidikan anak-anaknya sendiri-sendiri atau mengajar anak-anak sendiri tidak memberikan kepada orang lain, hampir semua keluarga mendidik anak-anaknya dalam keluarga sendiri. Pendidikan yang dilakukan secara individual.
- Revoluasi II: Ada suatu lembaga guru, jadi pada tahapan ini ada lembaga pendidikan formal. Tidak seperti sebelumnya belum ada lembaga resmi yang ada sehingga pendidikan dilaksakan orang per orang. Dalam lembaga ada aturan-aturan yang diberlakukan, contohnya untuk masuk SR usianya 6 tahun dan lain-lain. Dalam revoluasi ini guru dianggap sangat penting segala sesuatu dianggap diketahui oleh guru, dan guru dipandang memiliki pengetahuan yang lebih dari orang lain. Sehingga lembaga ini memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat.
- Revolusi III: Disebabkan oleh ditemukannya mesin cetak, cetak secara manual dilakukan oleh Cina, dan cetak dengan menggunakan mesin cetak dilakukan oleh Eropa (Prancis). Dengan mesin cetak maka pengetahuan tidak hanya diperoleh dari guru tetapi dapat diperoleh dari hasil cetakan seperti: buku, majalah, koran dan lain-lain. Pada revolusi ke-3 ini peran guru sudah mengalami pengurangan. Revolusi ke-3 sampai dengan saat ini masih terjadi
-
Revolusi IV : Disebabkan oleh berkembangnya
bidang elektronik sepeti telpon, tv, komputer, internet dimana guru tidak dapat
lagi untuk mengontrolnya. Atau minimal peran guru berkurang, dan guru tidak
dapat mengklaim dirinya sebagai.
Sudut pandang
yang baru mengenai teknologi pendidikan menggunakan beberapa pendekatan dengan
ciri-ciri:
- Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah
- Unsur-unsur yang berkempentingan diintegrasikan dalam suatu proses komplek secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai satu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah
-
Penggabungan ke dalam proses yang komplek dan
perhatian agar gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau
sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan
sendiri-sendiri. (Miarso, 2007: 108)
Ada 6 hal kegunaan yang potensial dalam teknologi pendidikan yaitu:
1.
Meningkatkan peroduktivitas pendidikan dengan
jalan
memperlaju
penahanan belajar
membantu guru
untuk menggunakan waktunya secara lebih baik
mengurangi beban
guru dalam penyajian informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan
mengembangkan kegairahan belajar anak.
2.
Memberikan kemungkinanan pendidikan yang
sifatnya individual dengan jalan:
mengurangi
kontrol guru yang kaku dan sederhana
memberikan
kesempatan anak sesuai kemampuannya
3.
Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah
dengan jalan:
perencanaan
program pengajaran yang lebih sistematik
pengembangan
bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang prilaku
4.
Lebih menerapkan pelajaran, dengan jalan:
meningkatkan
kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
penyajian
informasi dan data secara lebih konkrit
5.
Memungkinkan belajar lebih akrab:
mengurangi
jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah
memberikan
pengetahuan tangan pertama
6.
Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan
merata, terutama dengan jalan:
pemanfaatan
bersama tenaga atau kejadian yang langka
penyajian informasi menembus batas geografi
2. Landasan Psikologi Teknologi Pendidikan
Dalam pandangan
modern, belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan
lingkungan. Seseorang dianggap melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh
hasil yakni terjadinya perubahan tingkah laku misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu. Pola tingkah laku tersebut meliputi aspek rohani dan jasmani. Menyangkut
perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan dan menyangkut sikap nilai.
Siswa yang belajar dipandang sebagai organisme yang hidup sebagai satu
keseluruhan yang bulat. Ia bersifat aktif dan senantiasa mengadakan interaksi
dengan lingkungannya, menerima, menolak, mencari sendiri dapat pula mengubah
lingkungannya.
Pembelajaran
pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah
laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu
menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai
kemampuan yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik
menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk
melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar.
Menurut
Lumsdaine (dalam Khadijah 2009), ilmu perilaku merupakan ilmu yang utama dalam
perkembangan teknologi pendidikan terutama ilmu tentang psikologi belajar,
sedangkan menurut Deterline (dalam Khadijah 2009) berpendapat bahwa teknologi
pendidikan merupakan pengembangan ataupun aplikasi dari teknologi perilaku yang
digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan perilaku tertentu dari pembelajar
secara sitematis guna pencapaian ketuntasan hasil belajar itu sendiri.
Sedangkan Harless (1968) menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan
Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Romizwoski
(1986) mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”.
Belajar
berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu
diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar,
lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas
yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm
Warren (1978) mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara
efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986)
menyebutnya dengan “Human resources management technology”.
3. Landasan Sosiologis Teknologi Pendidikan
Kegiatan
pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua
generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan
pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja di
bentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif.
Dengan meningkatnya perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka
lahirlah cabang sosiologi pendidikan. Sociology adalah penggunaan pendidikan
sebagai alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus memberikan
rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri
Landasan
sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan
masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan
antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk terciptanya
kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang
dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Landasan
Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai bagaimana
harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau
bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan
masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal. Sosiologi dalam Pendidikan
secara operasional dapat defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan
perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata pendidikan dengan pranata
kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan komunitas sekitar, interaksi
social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan dampak pendidikan
pada kehidupan peserta didik.
Jadi, secara
umum landasan sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan
utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena sosial dan
pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional
dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk
menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara orang-orang
yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta didik,
tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya, dan
tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
4. Landasan Komunikasi Teknologi Pendidikan
Peranan
teknologi dalam belajar yang dirancang sebagai tujuan pengajaran yang lebih
efektif dan ekonomis merupakan peranan komunikasi yang sangat penting sebab
hakikat teknologi pengajaran adalah upaya mempengaruhi siswa agar dapat
mencapai tujuan pendidikan. Oleh sebab itu landasan komunikasi teknologi
pendidikan ada pada komunikasi insani. Seorang ahli komunikasi dari Amerika
Wilbur schramm menjabarkan pengertian ilmu komunikasi itu ke dalam 3 kategori
pokok dengan berbagai istilah yaitu :
Encoder yaitu, Penyampai
pesan dalam hal ini Guru. guru mempunyai
informasi tertentu dan benar, kecepatan yang optimal dan sampai pada penerima
informasi yaitu para siswa.
Signal yaitu
pesan, berita pernyataan yang ditujukan kepada dan diterima oleh seseorang atau
kelompok orang penerima pesan itu yang dilukiskan dalam bentuk gerak tangan,
mimic, wajah, gambaran, foto, grafik, peta, diagram dll.
Decoder yaitu
Penerima pesan yaitu siswa, mampu memahami isi pesan yang diterimanya.
C. Pendekatan dalam mencari kebenaran
Penelitian pada
hakekatnya merupakan usaha mengungkap kebenaran. Pada dasarnya semua manusia
selalu ingin menari kebenaran, namun demikian, cara menunjukkan atau cara
memperoleh kebenaran tersebut berbeda-beda. Kebenaran ilmiah dapat diperoleh
melalui berbagai cara yang dilandasi oleh pendekatan tertentu.
Pendekatan
positivistic
Pemikiran yang
diungkapkan oleh eichelberger memberikan 3 landasan yang didapat digunakan
dalam landasan penelitian baru, yaitu positivistic, fenomelogik dan
hermeneutic.
Positivistic:
landasan ini memberikan gagasan keberadaan besaran yang dapat diukur, dan
penulis hanya sebagai pengamat yang obyektif. Pokok dari paham ini adalah “jika
sesuatu itu ada maka, sesuatu itu dapat diukur”. Penelitian ini misalkan di
lakukan secara laboratorik dan berulang. Dari penelitian ini melahirkan
pengajaran terprogram “mesin pengajaran” (teaching machine). Fakta-fakta yang
didapat dalam penelitian ini diuji secara empiric. Misalkan kita akan melakukan
pengukuran tentang motivasi belajar maka dapat dijabarkan ke dalam indicator
variable seperti motivasi belajar, cara belajar, usaha yang dilakukan,
persaingan dan lain-lain. Data-data yang diperoleh harus diubah ke dalam bentuk
angka-angka yang dapat dihitung secara statistic. Paham positivistic saat ini sangat
dominan dalam penelitian khususnya dalam penelitian bidang IPA.
Fenomenologik,
dikembangkan oleh matemtikawan Jerman Edmund Husserl (1850 – 1938) paham ini
mengutamakan pada pengalaman dan kesadaran yang disengaja. Jadi pengalaman
bukan saja pada interaksi dengan lingkungan belajar tetapi melainkan pelajaran
yang diperoleh dalam rentang waktu tertentu. Untuk mendapatkan pengalaman
diperlukan pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan, tanggapan dan
berbagai ungkapan psikologis atau mental.
Paradigma
fenomenologik adalah akal sehat (common sense) yang oleh para penganut
positivistic dianggap sebagai sesuatu yang kurang ilmiah. Fenomelogik tidak
semata-mata berpangku pada data dan informasi yang ada tetapi mengadopsi
pengalaman khusus menjadi umum, konkrit menjadi abstrak yang mempunyai sifat
holistic. Semua diungkapkan secara naratif dengan memberikan uraian yang rinci
dan mengenai hakikat suatu obyek atau konsep kebenaran ini syarat dengan nilai.
Hermeneutic dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dithey yang memberikan ciri bahwa pencarian kebenaran dengan menafsirkan atas gejala yang ada. Sejarawan menafsirkan legenda, artefak, naskah kuno dengan menggunakan kondisi yang ada saat ini. Demikian juga para ahli tafsir kitab suci menafsirakan ayat-ayat yang ada dengan keadaan yang tren saat ini. Ahli hukum juga memberikan tafsiran pada sehingga secara umum pada paham ini memiliki bebas nilai yang sesuai dengan keadaan baik yang terlihat maupun sesuatu yang tidak terlihat. Di bawah ini perbandingan antara 3 paham.
Positivistik | Fenomenologik | Hermeneutic |
Analitik | Holistik | Sintetik |
Nomotetik | Ideografik | Interpretatik |
Deduktif | Induktif | Sinkretik |
Laboratorik | Empirik | Empatik |
Pembuktian dengan Logika | Pengukuhan pengalaman | Penafsiran yang tidak memihak |
Kebenaran Universal | Kebenaran bersifat unik | Kebenaran yang diterima |
Bebas Nilai | Tidak bebas nilai | Tidak bebas nilai |
Kebenaran
pascapositivistik akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan
sedemikian rupa. Dan keadaan ini akan terus mengalami perkembangan sehingga
menemukan hal-hal yang baru yang lebih bersifat inovatif. Dalam dunia
pendidikan kebenaran pascapositivistik yang terbaru dan terus mengalami
perkembangan adalah masalah model-model pembelajaran seperti model pembelajaran
berkelompok, model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kontruktivis.
Perkembangan ini akan terus bertambah seperti quantum learning dan quantum
teaching yang merupakan produk-produk inovatif dalam penelitian teknologi
pendidikan. Pendekatan pascapositivistik cenderung menggunakan teori secara
bervariasi. Kebanyakan menggunakan teori sebagai “jendela” untuk mengamati
gejala yang ada, dan berdasarkan data
empirik dari lapangan yang berhasil dikumpulkan, dianalisis dan disentesiskan
dalam bentuk teori sebagai teori yang membumi. Dengan kata lain, tidak berusaha
untuk membuktikan teori. Pendekatan ini senantiasa memandang manusia sebagai
mahkluk yang unik, oleh karena itu dalam penelitian untuk memecahkan masalah
belajar misalnya, penelitian ini cenderung menggunakan landasan teori belajar
konstruktivis. Teori ini secara ringkas menyatakan bahwa Setiap orang
mengkonstruk (membangun) pengetahuan, sikap atau keterampilan berdasarkan
pengalaman, pengetahuan yang telah ada sebelumnya, serta keserasian dalam
lingkungannya. Jadi bersifat subyektif. Namun kalau apa yang dibangunnya itu
dapat diterima oleh lingkungannya, maka terjadilah gejala yang dikenal dengan
inter-subyektivitas. Pendekatan positivistik pada dasarnya menggunakan teori dalam
merumuskan hipotesis dan pertanyaan penelitian, dan kemudian berusaha
membuktikannya. Teori dianggap sebagai penjelasan dan peramalan ilmiah
(scientific explanation and prediction).
Pendekatan
pascapositivistik cenderung menggunakan teori secara bervariasi. Kebanyakan
menggunakan teori sebagai “jendela” untuk mengamati gejala yang ada, dan berdasarkan data empirik dari lapangan
yang berhasil dikumpulkan, dianalisis dan disentesiskan dalam bentuk teori
sebagai teori yang membumi. Dengan kata lain, tidak berusaha untuk membuktikan
teori. Pendekatan ini senantiasa memandang manusia sebagai mahkluk yang unik,
oleh karena itu dalam penelitian untuk memecahkan masalah belajar misalnya,
penelitian ini cenderung menggunakan landasan teori belajar konstruktivis.
Teori ini secara ringkas menyatakan bahwa Setiap orang mengkonstruk (membangun)
pengetahuan, sikap atau keterampilan berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang
telah ada sebelumnya, serta keserasian dalam lingkungannya. Jadi bersifat
subyektif. Namun kalau apa yang dibangunnya itu dapat diterima oleh
lingkungannya, maka terjadilah gejala yang dikenal dengan inter-subyektivitas.
Pendekatan positivistik pada dasarnya menggunakan teori dalam merumuskan
hipotesis dan pertanyaan penelitian, dan kemudian berusaha membuktikannya.
Teori dianggap sebagai penjelasan dan peramalan ilmiah (scientific explanation
and prediction).
D. Kedudukan penelitian pada teknologi pendidikan.
Minimal ada
empat sebab yang melatar belakangi orang melakukan penelitian termasuk dalam
mengembangkan teknologi pendidikan sebagai bidang kajian menurut Sukmadinata
(2008 : 2)
Pertama, karena
pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas dibandingkan
dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui,
dipahami, tidak jelas dan meimbulkan keraguan dan pertanyaan tentang teknologi
pendidikan baik yang berkenaan dengan landasan perkembangannya, sejarah dan
berbagai aspek yang terkait dengan kawasan teknologi pendidikan. Ketidaktahuan,
ketidakpahaman, dan ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa takut dan rasa
terancam. Oleh karena itu, penelitian menjadi pilihan untuk menguraikan
ketidakjelasan tersebut .
Kedua, manusia
memiliki dorongan untuk mengetahui atau cariousity. Manusia selalu bertanya,
apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang,
jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan,
tetapi bagi orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin
dibutuhkan jawaban yang lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif.
Pertanyaan-pertanyaan yang berangkat dari dorongan cariousity tersebut juga
berlaku dalam teknologi pendidikan sebagai bidang kajian. Pertanyaan itu
misalnya, bagaimana mengembangkan teknologi pendidikan, apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kualitas teknolog pendidikan, dan berbagai
pertanyaan lainnya. Jawaban dari berbagai pertanyaan itu tentunya harus lahir
dari proses analisa berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan secara
ilmia. Untuk kepentingan itu, maka penelitian dalam teknologi pendidikan
berkedudukan sebagai alat untuk menyediakan data-data ilmiah dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ketiga, manusia
di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman,
kesulitan baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta
dilingkungan kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan
penjelasan, pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat
segera dipecahkan. Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan
penelitian untuk pemecahan dan penyelesaiannya.
Keempat, manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan, selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Dari hasil penelitian, manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan ilmiah maupun kehidupan sosial. Berangkat dari kerangka pikir tersebut di atas, maka berlaku pula dalam mengembangkan domain/kawasan teknologi pembelajaran. Sebab disadari bahwa setiap bidang kajian termasuk teknologi pembelajaran dapat berkembang secara maksimal bila didukung oleh pengkajian ilmiah yang dilakukan secara terus menerus. Penelitian merupakan salah satu bentuk sistematis dari kegiatan pengkajian ilmiah. Jadi penelitian dalam domain/kawasan teknologi pendidikan berkedudukan sebagai model pengkajian ilmiah yang sistematis untuk menjawab dan memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam domain/kawasan teknologi pendidikan. Disamping itu, lewat penelitian akan dapat diketahui mengenai kelayakan dan efektifitas berbagai inovasi baru yang ditemukan dan dikembangkan pada ke lima kawasan teknologi pendidikan. Contohnya, pada kawasan desain. Ciri utama desain adalah adanya dugaan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedurnya didasarkan pada hasil penelitian. Misalnya, kita ingin mengembangkan sebuah model desain pesan yang dapat dipergunakan pada pembelajaran anak-anak tuna netra. Maka dalam proses pengembangan sampai validasi produk harus dilakukan secara sistematis melalui mekanisme penelitian yang terencana dengan prosedur yang ketat pula. Hal ini dilakukan agar model desain pesan yang tengah kita kembangkan benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Daftar Pustaka
Khadijah,
Nyanyu. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang: CV.Grafika Telindo
Miarso,
Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Soekanto,
Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sukamadinata, Nana Syaudih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
0 Response to "Teknologi Pendidikan"
Post a Comment