SISTEM PENDIDIKAN & PENDIDIKAN NASIONAL
SISTEM PENDIDIKAN & PENDIDIKAN NASIONAL
A. PENGERTIAN
SISTEM PENDIDIKAN & PENDIDIKAN NASIONAL
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema”, yang
berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur
dan merupakan suatu keseluruhan (Ihsan, 2005:107). Istilah sistem dipakai untuk
menunjukkan beberapa pengertian, salah satunya adalah sistem dapat dipakai
untuk menunjukkan sehimpunan gagasan atau ide yang tersusun dan terorganisasi
sehingga membentuk suatu kesatuan yang logis.
Idris dalam Ihsan (2005:108) mengemukakan bahwa “sistem
adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen
atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang
teratur, tidak sekedar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product).” Sistem aka nada dalam kehidupan kita, tidak
terkecuali pada pendidikan. Sistem pendidikan akan membuat hasil yang
dikehendaki lebih mudah dicapai. Menurut Sunarya dalam Ihsan (2004;114) “Pendidikan nasional adalah suatu
sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oieh falsafah hidup
suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita
national bangsa tersebut.”
“Sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Munib, 2010:139).” Dalam
pengertian umum sistem pendidikan adalah jumlah keseluruhan dari
bagian-bagiannya yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapakan
berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai
tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya adalah
diarahkan untuk tercapainya tujuan terebut. Karena itu, proses pendidikan
merupakan sebuah sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan.
B. KOMPONEN
SISTEM PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan. Suatu usaha
pendidikan menyangkut unsur pokok,
yaitu unsur masukan, unsur
proses usaha itu sendiri dan unsur hasil usaha. Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan sebagai berikut
(Ihsan, 2004:110):
Proses Pendidikan Sebagai Sistem
Masukan
|
Keluaran/
Hasil
|
Proses Usaha
|
Komponen
dalam sistem pendidikan disebutkan oleh Combs dalam Ihsan (2004:111) yaitu
sebagai berikut:
1. Tujuan dan Prioritas
Fungsinya
mengarahkan kegiatan sistem. Hal ini merupakan informasi tentang apa yang
hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaannya.Contoknya ada
tujuan umum pendidikan,yaitu tujuan yang tercantum dalam peraturan perundangan
negara, yaitu tujuan pendidikan nasional, ada tujuan institusional, yaitu
tujuan lembaga tingkat pendidikan dan tujuan program, seperti S1 ,S2 ,S3, dan
tujuan kulikuler,yaitu tujuan setiap suatu mata pelajaran/mata kuliah. Tujuan
yang terakhir ini dibagi dua pula, yaitu tujuan pengajaran (instrusional) umum
dan tujuan pengajaran (instruksional khusus).
2. Peserta Didik
Fungsinya
ialah belajar. Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku
sesuai dengan tujuan sistem pendidikan.Contohnya, berapa umurnya, berapa
jumblahnya, bagaimana tingkat perkembangannya, pembawaannya, motivasinya untuk
belajar, dan sosial ekonomi orang tuanya.
3. Manajemen atau
Pengelolaan
Fungsinya
mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan. Komponen ini
bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan tenytang pola
kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan, Contohnya pemimpin yang
mengelola system pendidikan itu bersifat otoriter,demokratis, atau
laissez-faire.
4. Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya
mengatur pembagian waktu dan kegiatan.Contohnya, pembagian waktu ujian, wisuda,
kegiatan perkuliahan, seminar, kuliah kerja nyta, kegiatan belajar mengajar dan
program pengamalan lapangan.
5. Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas dan
dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Juga mengarahkan
dan mempolakan kegiatan-kegiatan dalam proses pendidikan. Contohnya, isi bahan
pelajaran untuk setiap mata pelajaran atau mata kuliah, dan untuk pengalaman
lapangan.
6. Guru dan Pelaksana
Fungsinya
menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta
didik. Selain itu, guru dan pelaksana juga berfungsi sebagai pembimbing,
pengaruh, untuk menumbuhkan aktivitas peserta didik dan sekaligus sebagai
pemegang tanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan.Contonya, pengalaman
dalam mengajar, status resminya guru yang sudah di angkat atau tenaga sukarela
dan tingkatan pendidikannya.
7. Alat Bantu Belajar
Maksudnya adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berfungsi untuk
mempermudah atau mempercepat tercaainya tujuan pendidikan. Contohnya: film,
buku, papan tulis, peta.
8. Fasiliatas
Fungsinya
untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan.Contohnya, gedung dan laboraterium
beserta perlengkapannya.
9. Teknologi
Fungsinya
memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan. Yang dimaksud
dengan teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan
berjalan denhgan efisien dan efektif.Contohnya, pola komonikasi satu arah,
artinya guru menyamoaikan pelajaran dengan berceramah, peserta didik
mendengarkan dan mencatat:atau pola komonikasi dua arah, artinya ada dialog
antara guru dan peserta didk.
10. Pengawasan Mutu
Fungsinya
membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan. Contohnya, peraturan
tentang penerimaan anak/peserta didik dan staf pengajar, peraturan ujian dan
penilaian.
11. Penelitian
Fungsinya
untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan penampilan sistem
pendidikan.Contohnya, dulu bangsa Indonesia belum mampu membuat kapal terbang
dan mobil tetapi sekarang bangsa Indonesia sudah pandai. Sebelum tahun 1980-an,
kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia belum melaksanakan system satuan
kredit semester (SKS), sekarang hamper seluruh perguruan tinggi telah
melaksanakannya.
12. Biaya
Fungsinya melancarkan proses
pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat efisiensi sistem
pendidikan.Contohnya, sekarang biaya pendidkan menjadi tanggung jawabbersama
antara keluarga, pemerintah dan masyarakat.
C. HAKIKAT,
TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL
Pancasila yang tercantum
dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945 adalah dasar Negara, kepribadian, tujuan dan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Munib (2010:140) menyatakan bahwa Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 dilakukan dalam rangka memperbarui visi, misi dan strategi
pendidikan nasional.
Fungsi dan tujuan tercantum
di dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab
II Pasal 3 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskah kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
D. KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Menurut Munib (2010:143)
“kelembagaan, program dan pengelolaan pendidikan pada dasarnya merupakan dari
sistem pendidikan secara keseluruhan.” Tujuan dari pendidikan akan tercapai
dengan dukungan komponen-komponen yang ada dalam pendidikan. berikut akan
dibahas tentang kelembagaan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
a. Kelembagaan Pendidikan
Menurut UU RI No.2 Tahun 1989 kelembagaan pendidikan
akan diurai dalah uraian berikut. Dalam Ihsan (2004:127) “ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar
sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan di sekolah melalui kegiatan
belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur
pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah melaui kegiatan belajar mengajar tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan.’
b. Jenis Pendidikan
Pasal 15 UU No.20 Tahun 2003 menyebutkan jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akdemik, profesi, vokasi,
keagamaan dan khusus. Berikut adalah penjelasan dari masih-masing jenis
pendidikan menurut Munib (2010:150).
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan
menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta
didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang diarahkan
terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan. Sementara
pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersilahkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan
keahlian khusus. Pendidikan vokasi yakni pendidikan tinggi yang mempersiapkan
karena peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu
maksimal setara dengan program sarjana.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar,
menengah dan tinggi yang memeprsiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntuk penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau
menjadi ahli ilmu agama. Selanjutnya pendidikan khusus merupakan
penyelenggaraan pendidikan yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inkhusif berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah.
c. Jalur Pendidikan
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan
nasional, maka kegiatan pendidikan dilaksanakan melalui tiga jalur sebagaimana
yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 Pasal l3 (1) yang
secara lengkap berbunyi: "Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang saling dapat melengkapi dan memperkaya". Ayat
(1) tersebut dilanjutkan dengan ayat (2) yang selengkapnya berbunyi:
"Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan
sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
d. Jenjang Pendidikan
Berdasarkan tingkat perkembangan
peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi (UD No.2Q Tahun 2003 PasaI14).
Jenjang pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah [Pasal 17 (1)], pendidikan dasar berbentuk
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat
serta Sekolah Menengah Pertama (SMI ) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk
lain yang sederajat [Pasal 17 (2)]. Untuk selanjutnya ketentuan mengenai pendidikan dasar ini akan diatur
melalui Peraturan Pemerintah.
Adapun jenjang pendidikan menengah
diatur dalam pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijelaskan sebagai
berikut. Ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; (2)
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan; (3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat; (4) Ketentuan mengenai
pendidikan menengah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Selanjutnya
untuk jenjang pendidikan tinggi diatur dalam pasal 19,20 dan 21,22,23,24,
dan 25. Adapun penjelasan selengkapnya
adalah sebagai berikut.
Pasal 19
(1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka.
Pasal
20
(1)
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik- politeknik, sekolah tinggi,
institut, atau universitas.
(2)Perguruan
tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat,
(3)
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/aiau
vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Perguruan tinggi
yang memenuhi persyaratan
pendirian dan dinyatakan
berhak menyelenggarakan
program pendidikan tertentu
dapat memberikan gelar
akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakannya.
(2) Perseorangan, organisasi,
atau penyelenggara pendidikan
yang bukan perguruan
tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya
digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan
gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4) Penggunaan
gelar akademik, profesi,
atau vokasi lulusan
perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam
bentuk dan singkatan
yang diterima dari perguruan
tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan
yang tidak memenuhi
persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan bukan
perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan
pendidikan.
(6) Gelar akademik,
profesi, atau vokasi
yang dikeluarkan oleh
penyelenggara pendidikan yang
tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dinyatakan tidak sah.
(7) Ketentuan mengenai
gelar akademik, profesi,
atau vokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat
(3), ayat (4),
ayat (5), dan
ayat (6) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
22
Universitas, institut,
dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar
doktor kehormatan (doktor
honoris causa) kepada
setiap individu yang
layak memperoleh penghargaan berkenaan
dengan jasa-jasa yang
luar biasa dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan,
keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1) Pada
universitas, institut, dan
sekolah tinggi dapat diangkat
guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan
guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih
aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan
dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pada perguruan tinggi
berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar
akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi
memiliki otonomi untuk
mengelola sendiri lembaganya
sebagai pusat penyelenggaraan
pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan
tinggi dapat memperoleh
sumber dana dari masyarakat yang
pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(4) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pendidikan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal
25
(1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan
kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(2) Lulusan
perguruan tinggi yang
karya ilmiahnya digunakan
untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti
merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
(3) Ketentuan
mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau
vokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
E. Kurikulum/Program Pendidikan
Menurut Sujana dalam Tirtaraharja dan S.
L. La Sulo (2010:269) istilah “kurikulum asal mulanya dari dunia olah raga pada
zaman yunani kuno. “Curir” dalam
bahasa Yunani Kuno berarti “pelari” dan “Curere”
artinya “tempat berpacu”. Kurikulum kemudian diartikan “jarak yang harus
ditempuh” oleh pelari. Namum menurut Zais dalam ranah pendidikan kurikulum
dianalogikan sebagai area tempat peserta didik “berlari” untuk mencapai
“finis”. Berupa ijazah, diploma atau kelar.”
Menurut
Ihsan (2004132) “Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh
menteri atau menteri lain maupun pimpinan lembaga
pemerintah non departemen berdasarkan perlimpahan wewenang dari menteri. Isi
kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan saruan pendidikan jyang bersangkutan dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan
nasional”.
Ketentuan kurikulum terdapat pada UU No,
20/2003 pada pasal 36, 37 dan 38 sebagai berikut:
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
(2)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
(3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan iman dan takwa; b.
peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan
daerah dan nasional; f. tuntutan dunia
kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.
(4)
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c.
bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g.
seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan;
dan j. muatan lokal.
(2)
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan;
dan c. bahasa.
(3)
Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1) Kerangka dasar
dan struktur kurikulum
pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan
dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah di
bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen
agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
______, 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Th 2003
Ikhsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar
Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta
Munib, Achmad,
Budiyono dan Sawa Suryono. 2010. Pengantar
Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press
Tirtarahardja, Umar
dan S. L. La Sulo. 2010. Pengantar
Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
0 Response to " SISTEM PENDIDIKAN & PENDIDIKAN NASIONAL"
Post a Comment