Setting Layanan, Konteks Tugas, dan Ekspektasi Kinerja Konselor
Setting
Layanan, Konteks Tugas, dan Ekspektasi Kinerja Konselor
Untuk memudahkan penulisan dan
pemahaman, maka pembahasan kali ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
tentang Setting Layanan Konselor dan Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja
Konselor.
1.
Setting Layanan
Keambiguan mengenai
layanan BK di mata masyarakat awam, maupun di lingkungan pendidikan perlu
diluruskan dengan klarifikasi wawasan pandangan dan pemahaman mengenai
bimbingan konseling. Konselor yang telah
dibekali konteks muatan pendidikan formal akan memberikan layanan profesional
yang unik secara performa, sehingga memberikan perberbedaan yang esensial jika
dibandingkan dengan Guru yang juga memiliki keunikan tersendiri dalam
mengimplementasikan wawasan pendidikan sesuai dengan klasifikasi dan kapasitas
mereka. Kerancuan pemahaman kapling profesi tersebut hendaknya segera dicegah
atau diatasi sebelum membesar dan berpotensi membiaskan atau bahkan
disorientasi pandangan profesi, khususnya yang ada dalam setting pendidikan
formal.
Pemahaman yang tepat tentang setting layanan BK akan
menghindarkan terseretnya profesi Konselor ke dalam setting layanan profesi
lain seperti Psikolog, Psikiater atau Pekerja Sosial lain yang bersentuhan
dengan proses layanan bantuan mental dan kemandirian bagi masyarakat. Guru serta Konselor memang tidak dapat
dipisahkan maknanya di lingkup pendidikan formal, karena dalam ruang lingkup
pendidikan memang disyaratkan adanya keterhubungan (interface) agar visi misi pendidikan sukses tercapai. Hanya saja, perlu rincian ranah dan kapling
profesi yang lebih spesifik dalam pelaksanaan layanan profesionalnya kepada para
pengguna.
Maka jelaslah pembedaan
wilayah layanan tersekat menjadi
wilayah pembelajaran yang menjadi tanggung jawab
dan wewenang guru, wilayah layanan
bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawab dan wewenang guru BK dan wilayah layanan manajemen yang menjadi
tanggung jawab dan wewenang kepala
sekolah. Ketiganya merupakan unsur
yang berbeda namun memiliki siklus kerja yang harmonis guna
tercapainya tujuan pendidikan nasional.
2.
Konteks
Tugas, dan atau Ekspektasi Kinerja Konselor
Meskipun sama-sama berada dalam jalur
pendidikan formal, perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang
memicu tampilnya kebutuhan pelayanan BK yang berbeda-beda pada tiap jenjang
pendidikan. Batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang
lainnya tidak terbedakan secara tajam. Dengan kata lain batas perbedaan antar
jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang
lebih signifikan juga tampak pada sisi lain pengaturan birokratik. Berikut ini
digambarkan secara umum perbedaan ciri khas konteks tugas dan atau ekspektasi
kinerja Konselor di tiap jenjang pendidikan:
2.1. Jenjang Taman Kanak-kanak
Secara
struktural, posisi Konselor pada jenjang TK di Indonesia tidak ditemukan, namun
fungsi Bimbingan dan Konseling tetap dirasakan kebermanfaatanannya terutama
pada aspek preventif dan developmental. Jika dikaji lenih mendalam, komposisi
BK di jenjang TK justru membutuhkan alokasi waktu dan kecakapan lebih khusus
dibandingkan dengan layanan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya
komponen perencanaan individual student
planning yang terdiri dari pelayanan appraisal,
advicement transition planning dan responsive service memerlukan alokasi
waktu yang lebih kecil. Hal ini disebabkan Konselor di jenjang TK tidak
bersinggungan langsung dengan siswa TK itu sendiri, melainkan melalui
pendidikan informal yang ditangani para orang tua siswa.
2.2. Jenjang Sekolah Dasar
Sama halnya
dengan jenjang TK, di jenjang Sekolah Dasar juga tidak ditemukan posisi
struktural untuk Konselor. Namun demikian peran Konselor dalam memberikan
layanan tetap dibutuhkan sesuai dengan tugas perkembangan siswa usia Sekolah
Dasar. Ekspektasi kinerja Konselor di jenjang Sekolah Dasar tentu berbeda
dengan kinerja Konselor di jenjang sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Dengan kata lain Konselor juga dapat berperan
serta secara produktif di jenjang SD dalam bentuk Konselor kunjung yang
membantu Guru SD mengatasi perilaku mengganggu (disruptive behavior) antara lain dengan pendekatan direct
behavioral consultation, sehingga posisi dan peran Konselor jelas di
jenjang Sekolah Dasar. Konselor SD
difokuskan pada aspek konsultasi dan koordinasi. Gibson dan Marianne (2008) menambahkan
Konselor SD juga bertanggungjawab bagi pengorientasian siswa, penilaian dan
pengembangan karir selain juga diharapkan dapat memberikan perhatian kepada
upaya pencegahan kebiasaan dan perilaku yang tidak diinginkan. Berdasarkan
hasil penelitian Gibson dan Marianne mengenai peran dan fungsi Konselor di 224
SD memperlihatkan alokasi waktu profesional mereka di dalam aktivitas
sehari-hari: (1) Konsultasi dengan para Guru, orangtua dan personil pendidikan
yang lain; (2) Merencanakan pencegahan dan mengimplementasikan konseling
individual untuk tujuan tersebut; (3) Aktivitas bimbingan kelas dan kelompok;
(4) Asesmen tidak standar terhadap siswa-siswi seperti studi kasus, observasi,
interviu individu, dll.; (5) Tugas-tugas administratif; (6) Aktivitas-aktivitas
pengembangan potensi dan keahlian siswa; (7) Berbagi dan menyebarkan informasi,
melakukan komunikasi publik dan mengembangkan hubungan masyarakat yang baik;
(8) Asesmen kebutuhan; (9) Mengorganisasikan dan melakukan konseling kelompok.
2.3. Jenjang Sekolah Menengah (SMP
dan SMA)
Jenjang sekolah
menengah merupakan sekmentasi yang paling potensial bagi Konselor dalam
memaksimalkan dalam memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan segala
potensi yang dimilikinya. Sistem
pendidikan di Indonesia juga memberikan ruang yang sangat leluasa bagi para
Konselor di sekolah menengah. Peran Konselor
sebagai salah satu komponen student
support service adalah mendukung perkembangan aspek-aspek pribadi sosial,
belajar, dan karir siswa melalui pengembangan program BK yang memandirikan
peserta didik. Pada jenjang ini Konselor
menjalankan semua fungsi BK yang meliputi fungsi preventif, developmental,
preservatif maupun fungsi kuratif. Lebih lanjut Gibson dan Marianne membedakan
ekspektasi kinerja Konselor jenjang sekolah menengah menjadi 2, yakni sekolah
menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Untuk jenjang SMP
penggunaan waktu (profesional) oleh para Konselor, antara lain: (1)
Aktivitas-aktivitas administratif; (2) Konseling individu: (3) Menyediakan
bantuan dan bahan-bahan bimbingan karir; (4) Asesmen siswa dengan menggunakan
prosedur-prosedur bukan standar; (5) Penyebaran informasi terkait
program-program, aktivitas-aktivitas hubungan publik; (6) Aktivitas-aktivitas
bimbingan kelompok: (7) Pemberian dan atau interpretasi tes standar; (8)
Perencanaan dan pengimplementasian aktivitas-aktivitas pencegahan; (9)
Menyediakan bimbingan dan informasi pendidikan; (10) Konseling kelompok dan
aktivitas-aktivitas perkembangan. Sedangkan untuk jenjang SMA diantaranya: (1)
Menyediakan bimbingan dan informasi pendidikan, termasuk penjadwalan siswa dan
penjurusan studi serta penginformasian beasiswa; (2) Konseling individual; (3)
Aktivitas administratif dan perekaman laporan; (4) Aktivitas-aktivitas
pencegahan; (5) Menyediakan bantuan dan bimbingan karir; (6) Memberikan tes dan
menginterpretasikannya; (7) Penyebaran informasi, komunikasi publik dan
hubungan manusia; (8) Aktivitas-aktivitas konsultasi; (9) Aktivitas-aktivitas
perkembangan siswa; (10) Bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
2.4. Jenjang Perguruan Tinggi
Peran BK dalam
rangka mendukung perkembangan personal sosial, akademik dan karir mahasiswa
tetap dibutuhkan meskipun belum adanya posisi struktural mengenai layanan BK di
jenjang pendidikan tinggi. Sama halnya dengan Konselor pada jenjang pendidikan
TK, SD dan sekolah menengah (SMP dan SMA), Konselor di PT juga harus
mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum pelayanan dasar BK, individual student planning, responsive service serta system support. Samuel T. Gladding (2012) mengemukakan bahwa
pelayanan BK di jenjang Perguruan Tinggi tidak difokuskan pada satu kebutuhan
tunggal saja, dikarenakan karakteristik tugas perkembangan usia mahasiswa
sangat beragam dan lebih kompleks.
Keberagaman ini menuntut BK di perguruan tinggi berperan aktif dalam
menuntun pribadi mahasiswa untuk menemukan pemahaman diri mengenai bakat dan
minat yang produktif, sejahtera serta berguna untuk dirinya sendiri maupun
untuk orang lain.
0 Response to "Setting Layanan, Konteks Tugas, dan Ekspektasi Kinerja Konselor"
Post a Comment