Pengertian Bakat Dalam Karir
BAKAT
Sejarah
dan Pengertian Bakat
Bakat adalah sesuatu yang amat ideal
apabila kita dapat memberikan pendidikan yang benar-benar sesuai dengan bakat
peserta didik kila. Masalah bakat adalah masalah yang sama tuanya dengan
manusia itu sendiri.
Guildford
(Sunaryo, 2004) mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi yang terkandung dalam
bakat, yaitu sebagai berikut:
1.
Dimensi perseptual, yaitu
kemampuan di dalam melakukan persepsi yang mencakup kepekaan indra, perhatian,
orientasi ruang dan waktu serta kecepatan persepsi.
2.
Dimensi psikomotor, mencakup
kekuatan, impuls, kecepatan gerak, kecermatan dan kordinasi.
3.
Dimensi intelektual, mencakup
ingatan, pengenalan, berpikir dan evaluatif.
Adapun para ahli mengemukakan beberapa pengertian bakat dibawah ini:
- Woodworth dan Marquis (Sunaryo, 2004) mendefinisikan bakat sebagai
suatu kemampuan manusia yang terdiri dari achievement atau actual ability
(dapat diukur dengan tes tertentu), capacity atau ability (tidak dapat
diukur secara langsung) dan aptitude (kualitas psikis yang hanya dapat
diungkapkan dengan tes).
2.
Sukardi (Sunaryo, 2004) mengartikan bakat sebagai suatu kondisi atau
kualitas yang dimiliki oleh individu yang memungkinkan dirinya dapat berkembang
di masa yang akan datang.
Menurut Crow dan Crow
(1989) bakat bisa dianggap sebagai kualitas yang dimiliki oleh semua orang
dalam tingkat yang beragam. Bakat juga dapat dianggap sebagai keunggulan khusus
dalam bidang perilaku tertentu, seperti musik, matematika, atau olahraga.
Aspek-aspek Bakat.
Dari
perbedaan pendapat mengenai bakat di atas, maka Suryabrata (1995) berpendapat
bahwa analisis mngenai bakat selalu merupakan analisis mengenai tingkah laku.
Berda sarkan analisis tingkahlaku itu dapat ditemukan tiga gejala sebagai
berikut:
(a)
Bahwa individu melakukan sesuatu;
(b) Bahwa
apa yang dilakukan itu merupakan sebab dari sesuatu tertentu(atau mempunyai
akibat atau hasil tertentu): dan
(c)
Bahwa individu melakukan sesuatu itu
dengan cara tertentu.
(d) Selanjutnya
disimpulkan oleh suryabrata (1995) bahwa tingkah laku mengandung tiga aspek:
(e)
Aspek tindakan (performance atau uction)
(f)
Aspek sebab atau akibatnya', dan
(g)
Aspek ekspresif.
Banyak di antara para
ahli yang hanya membahas aspek yang kedua, terutama bila dikaitkan dengan
pengukuran bakat. Bakat yang mencakup adanya tiga dimensi sebagaimana
dikeinukakan oleh Guilford. ternyata dapat dikembangkan lebih jauh menjadi
beberapa faktor lagi, yaitu:
1. Dimensi
perseptual.
2. Dimensi
psikomotor,
3. Dimensi
intelektual,
Pengukuran Bakat
Pada
bagian terdahulu telah disajikan bahwa bakat banyak dikembangkan dalam bidang
pekerjaan dan kemudian diikuti dalam bidang pendidikan. Pada prakteknya hampir
semua ahli yang menyu sun tes bakat memiliki titik tolak yang sama yaitu dari
analisis faktor. Menurut Survabrata 11995) pendapat Guilford sebagaimana vang
telah disajikan di muka, merupakan materi yang
ada dalam individu, yang diperlukan untuk apa saja, sehingga untuk
setiap aktivitas individu diperlukan faktor-faktor tersebut Pada hakikatnya
setiap bidang studi maupun bidang kerja membutuhkan berfungsinya lebih dari
satu faktor bakat. Beragam faktor bisa jadi diperlukan.
INTELEGENSI
Sejarah dan Pengertian Intelegensi
Pada
dasarnya intelegensi ada suatu konsep yang sifatnya abstrak atau dapat
dikatakan sebagai suatu konstruk. Karenanya untuk mendefinisikannya menjadi
tidak mudah. Awal mulanya adalah beberapa ahli dari liga negara melakukan
percobaan di laboratorium Wundt (Jerman), Galton (Inggris), dan Cattcl (AS)
secara terpisah telah melakukan tes dengan soal yang mudah terhadap anak-anak.
Menurut
Crow dan Crow (1989) tc.s-tes yang dikembangkan sebelum tahun ISOO-an disusun
dengan maksud untuk mengukur satu kemampuan saja. Karya-karya para pelopor
hanya terbatas dalam upayanya untuk memisahkan faktor-faktor respon atau
tanggapan tunggal yang sederhana, hingga akhirnya sampai kepada pengukuran
intelegensi yang didasari dari beberapa variabel yang sederhana.
Sementara
Binet mendefinisikannya sebagai pemahaman, hasil penemuan, arahan, dan
pembahasan - intelegensi terkandung dalam keempat kata tersebut. Kedua definisi
tersebut nampaknya masih dianggap masih terbatas. Stren mendefinisikannya
sebagai kapasitas umum dari individu yang secara sadar dapat menyesuaikan jiwa
yang umum dengan masalah dan kondisi hidup baru. Jadi, intelegensi di sini
lebih mengarah kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Teori-teori Intelegensi
Teori
faktor yang kemudian muncul dalam upayanya untuk mendeskripsikan struktur
intelegensi ke dalam satu atau lebih kemampuan yang berdiri sendiri melalui
analisis faktor yang membangun konstruk kemampuan. Charles Spcarman. seorang
sarjana dari Inggris, adalah penemu adanya dua faktor utama, yaitu : faktor G
(general) dan faktor S (spesifik). Secara lebih terperinci, Spearman membagi
intelegensi menjadi dua faktor yaitu:
- Faktor G,
yang mencakup semua kegiatan intelektual dan dimiliki oleh setiap orang
dalam berbagai derajat tertentu.
- Faktor S,
yang mencakup berbagai faktor khusus tertentu yang relevan dengan tugas
tertentu (Semiawan. I994).
Pada
tingkat tertinggi (intelegensi konseptual), oleh Thurstone dapat dijadikan
acuan di dalam pengukuran intelegensi seseorang. Kemampuan utama dalam
intelegensi konseptual ini adalah:
- Verbal
Compreherusoin (V), yang berarti pengertian
verbal yang bisa diukur melalui subtes paham baca dan perbendaharaan kata;
- Number
(N), yang diukur melalui soal-soal berhitung;
- Social
reaction (S), yang diukur melalui
manipulasi lambang geometris;
- Word
Ftuency {W), yang diukur mclalaui respon
cepat kata-kata;
- Memory
(M), yang diukur melalui ingatan kata-kata yang saling berhubungan;
- Reasoning
(R), yang diperoleh melalui tes berbagai
analogi atau seri melengkapi kalimat atau pola tertentu (Khatena dalam
Semiawan, 1994).
b.
Pengukuran
Intelegensi
Brown dan Lent (2012) Tes kemampuan dapat secara rutin dan efektif
digunakan dalam dua aplikasi yang sangat berbeda. Yang pertama adalah
dalam seleksi personil dan klasifikasi; yang kedua adalah dalam penilaian
karir dan konseling. Aplikasi lain, yang sering membutuhkan tes khusus-kan
lebih lanjut, termasuk skrining pendidikan, diagnosis pendidikan, dan penilaian
neuropsy-chological.
Dalam menggunakan penilaian kemampuan dalam konseling karir, klien tidak
harus, bagaimanapun, diberitahu atau dituntun untuk percaya bahwa ada
kemungkinan yang tepat untuk berhasil dalam pekerjaan tertentu atau mengatur
pekerjaan. Sebaliknya, pesan harus bahwa pola hasil sug-gests tugas-tugas
tertentu kerja dan kegiatan yang akan saat ini (kemampuan interpretasi) atau
kemungkinan (interpretasi aptitude) datang dengan cepat dan mudah kepada
mereka, serta tugas-tugas pekerjaan tertentu dan aktivitas yang mungkin tidak
datang dengan mudah dan, dengan demikian, mungkin memerlukan lebih banyak
usaha, motivasi, strategi kompensasi, atau dukungan jika mereka penting untuk
posisi pekerjaan yang diinginkan. Itu adalah sah, meskipun, untuk karir
coun-selors untuk menjelaskan kepada klien yang menjelajahi dan akhirnya
memilih posisi yang membutuhkan kekuatan saat ini atau potensial cenderung
untuk meningkatkan peluang satisfactori-ness dan keberhasilan
pekerjaan. Penilaian Kemampuan perlu dilengkapi dengan menilai-ment
variabel lain (seperti kebutuhan pekerjaan, nilai-nilai, kepentingan, dan
kepribadian) untuk membantu mengarahkan klien untuk kemungkinan karir yang
tambahan dapat menghasilkan kepuasan serta kesuksesan.
Tabel 1. Klasifikasi IQ Menurut
Wechsler
Klasifikasi
|
IQ
|
Very Superior
|
130
ke atas
|
Superior
|
120
- 129
|
Bright normal
|
110
- 119
|
Average
|
90
- 109
|
Dull normal
|
80
- 99
|
Borderline
|
70
- 79
|
Mental defective
|
69
ke bawah
|
(Sumber:
Harriman dalam Walgito. 199M
Tabel 2. Klasifikasi IQ Stanford-Binet
Klasifikasi
|
IQ
|
Persentase
|
Mendekati genius atau
genius
|
140
ke atas
|
0.25
|
Sungai Cerdas
|
130
- 139
|
0.75
|
Cerdas (Superior)
|
120
- 129
|
6.00
|
Di atas rata-rata
|
110
- 119
|
13,00
|
Normal
|
90
- 109
|
60.00
|
Di bawah rata-rata
|
80-
99
|
3.00
|
Garis Batas (bodoh)
|
70
- 79
|
6.00
|
Moron (lemah pikiran)
|
50
- 69
|
0.75
|
Imbisil. ideot
|
49
ke bawah
|
0.25
|
Kurve Normal dalam Intelegensi
Menurut
Hadi (1985) pengamatan sehari-hari menunjukkan bahwa tiap orang tidak
menunjukkan kesamaan dalam sesuatu hal (individual differences). Kecerdasan,
tinggi badan, berat badan, tingkat penghasilan, dan sebagainya, bagi setiap
orang pada umumnya tidak sama. Apabila sejumlah besar individu kita selidiki
salah satu sifatnya, katakanlah intelegensinya, dan kita mencoba membuat grafik
poligon dan distribusi intelegensi itu, maka akan kita jumpai grafik yang
membentuk “kurve normal”.
Menurut
Crow dan Crow (1989) perbedaan individu dalam kemam puan mental (atau
katakanlah intelegensi) cenderung dapat didistribusikan kc dalam kurve normal,
sebagaimana tercantum pada gambar I di bawah ini.

Berdasarkan
kurve normal di atas, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar individu
memiliki intelegensi yang normal atau memiliki IQ di sekitar90 - I 10. Secara
hipotesis dapat diasumsikan bahwa jumlah individu yang memiliki IQ tertentu
dapat didis tribusikan sebagai berikut:
60 - 69
jumlahnya I c/c
70 - 79
jumlahnya 6 %
80 - 89
jumlahnya 13 %
90 - 99
jumlahnya 30 %
100 - 109 jumlahnya 30 %
110 - 119 jumlahnya 13 %
120 - 129 jumlahnya 6 %
130 - 139 jumlahnya l %
Berdasarkan
distribusi di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam suatu populasi jumlah
terbesar adalah individu yang memiliki 1Q antara 90 - 110 alau sebesar 60%,
sedangkan individu yang memiliki IQ di atas 110. makintinggi IQ-nya jumlahnya
akan semakin mengecil dan demikian pula untuk 1Q di bawah normal.
BAKAT DAN INTELEGENSI DALAM KARIR
Binet
dan Wechsler dkk (dalam brown & Lent 2012) memberikan tekanan pada
berfungsinya seluruh kemampuan mental individu. Anggapan dasar yang melandasi
penyusunan tes intelegensi tersebut adalah dengan cara mengukur respon-respon
seseorang dalam kegiatan yang berlainan, sehingga memungkinkan penguji untuk
dapat meramalkan kemampuan umum yang diuji yang berhasil dalam
aktivitas-aktivitas psikis (intelegensi secara umum).
Garfield dan Krieshok (2001) memberikan daftar berguna untuk konselor untuk
eval-Uate penilaian dan konseling dasar kompetensi mereka. Tiga domain disadap
oleh checklist ini adalah:
- Keterampilan konseling (misalnya, pembentukan
hubungan, kepekaan terhadap keragaman, pengetahuan tentang teori karir).
- Keterampilan penilaian (misalnya, pengetahuan
statistik yang digunakan dalam pengujian dan uji manual, pengetahuan
tentang jenis instrumen penilaian, pengetahuan tentang prosedur
skor-pelaporan, pengetahuan tentang standardisasi, kehandalan, dan
validitas).
Kesimpulan
Bakat adalah sebuah sifat dasar, kepandaian dan
pembawaan yang dibawa sejak lahir, misalnya menulis. Ada juga kata “bakat yang
terpendam”, artinya bakat alami yang dibawah sejak lahir tapi tidak
dikembangkan. Misalnya seseorang memilki bakat menjadi seorang pelari, tetapi
tidak dikembangkan, sehingga kemampuannya untuk berlari juga tidak berkembang.
Sedangkan
Kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan
pengetahuan yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup
seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar
yang dimiliki oleh individu dalam menentukan tujuan hidupnya. Inteligensi/kecerdasan
secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan
untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.
Daftar Rujukan
Brown, and Lent. 2005. Career Development And Counseling: Putting Theory And Research To Work.
Ebook.
Crow
and Crow. 1989. Psikologi Pendidikan
terjemahan Kasijan. Jakarta: RinekaCipta.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Perkembangan Edisi Iv, 1990, Yogyakarta, Rake sarasin
0 Response to "Pengertian Bakat Dalam Karir"
Post a comment