Membangun Hubungan Konseling
Membangun
Hubungan Konseling
1.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi konseling
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi konseling, membuatnya
lebih baik atau lebih buruk. Hal yang dibahas disini adalah keseriusan masalah
yang dipaparkan, struktur, inisiatif, latar fisik, kualitas klien, dan kualitas
konselor
a.
Keseriusan masalah yang dipaparkan
Konseling dipengaruhi oleh keseriusan masalah yang
dipaparkan klien. Dalam Leibert (2006), dijelaskan bahwa “Bukti menunjukkan
adanya hubungan antara seberapa besar masalah yang dipaparkan klien dengan
perkembangan pengobatan. Jadi, klien yang melaporkan tingkat gangguan yang
tinggi menjalani lebih banyak sesi untuk mencapai kemajuan yang signifikan
daripada klien yang melaporkan tingkat ganggguan yang lebih rendah” (Gladding,
2015: hal 148)
b.
Struktur
Day & Sparacio (1980), menjelaskan “Struktur dalam
konseling didefinisikan sebagai kesepahaman bersama antara konselor dan klien
mengenai karakteristik, kondisi prosedur, dan parameter konseling”. Sedangkan
ahli lain yakni Brammer & Shostrom (1993), menjelaskan bahwa “Struktur
membantu memperjelas hubungan antara konselor dan klien dan memberikan arah
yang benar; melindungi hak, peran, dan kewajiban baik dari konselor maupun
klien; dan memastikan suksesnya konseling” (gladding, 2015: hal 149)
c.
Inisiatif
Inisiatif dapat disebut juga sebagai motivasi untuk
berubah. Menurut para ahli kebanyakan klien datang untuk konseling atas dasar
kemauan sendiri, namun tidak jarang pula yang datang dengan tekanan dan
kehawatiran dan memaksakan diri untuk melakukan sesi konseling bahkan ada juga
yang enggan berpartisipasi dalam kegiatan konseling. Menurut Vriend & Dyer
(1973) “memperkirakan keengganan dalam berbagai tingkat pada mayoritas klien
yang datang ke konselor” (Gladding, 2015: 153).
Dalam menangsni klien yang enggan melakukan konseling
terkadang konselor binung harus berbuat seperti apa. Hal ini menderong konselor
untuk menyalahkan klien terhadap permasalahannya dan tidak jarang pula konselor
menyalahkan diri sendiri ketika tidak berhasil menyelesaikan permasalahan yang
dialami klien. Untuk megatasi hal seperti ini konselor harus sering berlatih
membayangkan dirinya sebagai klien yang datang dengan paksaan sehingga konselor
mampu merasakan apa yang dirasakan klien semacam ini dan dapat menumbuhkan rasa
empati konselor. Ritchie (1986), menjelaskan bahwa klien yang enggan adalah
“seseorang yang dirujuk oleh pihak ketiga dan sering kali kurang mempunyai
motivasi untuk mencari pertolongan”, (Gladding, 2015: 153).
d.
Latar fisik
Latar fisik ini terkait dengan tempat pelaksanaan
bimbingan dan konseling, pada dasarnya kegiatan konseling dapat dilakukan
dimana saja namun kebanyaka kegiatan konseling dilakukan didalam ruangan.
Benjamin (dalam Gladding, 2015: 157), mengatan dia melakukan konseling didalam
sebuah tenda. Menurutnya, tidak ada kualitas tertentu yang wajib dimiliki
sebuah ruangan “kecuali bahwa ruangan tersebut tidak boleh membuat gelisah,
berisik atau menyebabkan gangguan”.
Dalam tinjauan ekstensif terhadap penelitian latar fisik
dan konseling, pressly dan Heesacker meneliti delapan karakteristik
arsitektural dari ruangan dan dampak potensialnya pada sesi konseling.
Faktor-faktor yang mereka tinjau berikut penemuannya adalah sebagaai berikut:
1)
Aksesoris (contooh, karya seni, objek, tumbuhan)_”orang
lebih menyukai gambar-gambar alam yang kompleks dengan warna-warna natural
daripada poster orang, kehidupan kota, dan lukisan abstrak”; orang merasa
“lebih nyaman di kantor yang bersih yang dilengkapi karya seni dan
tumbuh-tumbuhan”.
2)
Pewarnaan (contoh, buatan, alami)_”warna-warna terang
dihubungkan dengan emosi positif, sedangkan warna gelap dihubungkan dengan
warna-warna negatif”
3)
Perabotan dan desain ruangan (contoh, bentuk, garis,
warna, tekstur, ukuran)_”jika dibandingkan konselor, klien lebih suka jarak
yang tidak begitu jauh saat konseling dan tata letak funitur yang lebih
protektif”
4)
Pencahayaan (contoh, buatan, alami)_”komunikasi umum
cenderung terjadi di tempat yang terang, sedang percakapan yang lebih akrab
biasanya ditempat yang agak redup” ; “pencahayaan dengan spektrum penuh
membantu mengurangi simtom depresi”
5)
Aroma (contoh, tumbuhan, wangi-wangian, bau-bauan seacara
umum)_”aroma yang tidak menyenangkan membangkitkan memori yang tidak
menyenangkan, sementara aroma yang menyenangkan membangkitkan kenangan yang
menyenangkan” ; “menghirup aroma makanan dan buah-buahan, terbukti dapat
membuat klien mengungkapkan simtom depresinya”
6)
Suara (contoh, tingkat kebisingan, frekuensi)_”suara
dapat meningkatkan atau mengurangi performa kerja” ; “musik dapat membantu
dalam proses penyembuhan dan meredakan ketegangan otot, tekanan darah, detak
jantung, dan rasa sakit”
7)
Tekstur (contoh, lantai, dinding, atap,
perabotan)_”konselor sebaiknya mempertimbangkan penggunaan permukaan yang
lembut, bertekstur untuk menyerap suara dan untuk meningkatkan perasaan privasi
kliennya”
8)
Suhu udara (contoh, temperatur, tingkat kelembapan
relatif, tekanan udara)_”kebanyakan individu merasa lebih nyaman pada
temperatur antara 60-80 derajat farenheit dan tingkat kelembapan relatif 30
hingga 60 persen”
e.
Kualitas klien
Hubungan konseling
diawali sejak kesan pertama. Cara konselor dan klien saling berkenalan
merupakan hal yang vital dalam membangun sebuah hubungan yang produktif.
Menurut Warnath (dalam Gladding 2015) menunjukkan bahwa “klien datang dalam
beragam ukuran, bentuk, karakteristik kepribadian, dan tingkat ketertarikan”.
Beberapa klien terkadang sukses dalam menjalankan kegiatan konseling, namun
tidak jarang klien yang tidak sukses dalam konseling yang dilakukan.
Kelompok yang cenderung sukses adalah kelompok dengan
ciri; muda, atraktif, berani berbicara, cerdas, dan sukses. Sedangkan kelompok
yang cenderung tidak sukses dalam kegiatan konseling adalah kelompok dengan
ciri; orang rumahan, tua, kurang cerdas, jarang bicara, kurang berkemampuan,
bodoh, dan kurang pandai.
f.
Kualitas konselor
Konselor merupakan ujung tombak dalam kegiatan konseling,
sehingga kemampuan seorang konselor sangatlah diprioritaskan dalam setiap
kegiatan konseling yang dilakukan. Okun dan Kantrowitz (dalam Gladding 2015)
mencatat bahwa “sangatlah sulit untuk memisahkan karakteristik kepribadian si
penolong dari tingkat dan gayanya dalam bekerja, karena keduanya saling
berhubungan”.
Menurut Strong (dalam gladding 2015), Ada tiga
karakteristik yang membuat konselor lebih berpengaruh yakni keahlian,
ketertarikan, dan sifat dapat dipercaya.
1)
Keahlian merupakan tingkat dimana seorang konselor
digambarkan sebagai orang yang berpengatahuan dan melek informasi mengenai
spesialisasinya.
2)
Ketertarikan adalah fungsi dari kesamaan yang terasakan antara klien da konselor
selain fitur fisik
3)
Sifat dapat dipercaya dihubungkan dengan ketulusan dan
konsistensi kenselor.
Referensi
Gladding, T Samuel. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta:PT. Indeks
Leod, Mc John. 2012. Pengantar Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media
0 Response to "Membangun Hubungan Konseling"
Post a Comment