Bekerjasama dalam Hubungan Konseling
Bekerjasama
dalam Hubungan Konseling
1.
Keahlian
Konselor dalam Tahap Pemahaman dan Tindakan
Setelah ikatan terjalin dengan baik antara
konselor dan konseli, konselor harus membuat konseliu melihat kehidupannya
secara berbeda dan berpikir, merasa, dan berperilaku dengan benar.
a. Mengubah
persepsi
Menurut Cavanigh (dalam Gladding, 2012: 182)
manusia memiliki pemikiran bahwa persepsi dan interprestasi mereka sudah benar
dan akurat. Ketika mereka mengkomunikasikan sudut pandang realitasnya kepada
orang lain, hal ini biasanya diterima sebagai fakta. Hal semacam ini biasanya
disebut dengan pembenaran fungsional, yang artinya memandang sesuatu hanya
dengan satu sudut pandang masalahnya.
Menurut Okun & Kantrowitz (dalam Gladding,
2012, 182) konselor dapat membantu konseli mengubah cita-cita yang terdistorsi
atau tidak realistis dengan menawarkan kesempatan untuk mengeksplorasi pikiran
dan keinginan di dalam lingkungan yang aman, saling menerima, dan tidak
menghakimi. Tujuan ditentukan ulang atau dengan menggunakan strategi kognitif,
tingkah laku, atau tingkah laku-kognitif, seperti :
1) Menentukan
kembali masalahnya
2) Mengubah
tingkah laku pada situasi tertentu
3) Melihat
permasalahan dalam cara yang lebih dapat ditangani, serta bertindak dengan
tepat.
Persepsi umumnya berubah melalui mengonsep
ulang, suatu teknik yang menawarkan kepada konseli kemungkinan lain dan sudut
pandang atau persepsi yang positif tentang situasi. Perubahan sudut pandang
semacam itu memberikan konseli cara berbeda untuk memberikan tanggapan.
Konselor yang efektif, secara konsisten mengkonsep ulang pengalaman kehidupan
untuk diri sendiri dan konseli.
b. Mengarahkan
Mengubah persepsi konseli membutuhkan tingkat
keahlian persuasif yang tinggi dan beberapa arahan dari konselor. Masukan
semacam ini disebut arahan. Mengarahkan panjangnya
bervariasi dan beberapa lebih tepat pada satu tahap konseling dibanding yang
lain.
Welfel dan Patterson mendaftarkan sejumlah
arahan yang dapat digunakan konselor untuk konselinya diantaranya sebagai
berikut :
1) Diam :
ketika konselor tidak memberi tanggapan verbal sama sekali, biasanya konseli
akan merasakan tekanan untuk melanjutkan kisahnya dan akan memilih bagaimana
melanjutkan dengan masukan minimal dari konselonya.
2) Penerimaan
: konselor cukup menhargai pernyataan terdahulu dari konselinya dengan sebuah
tanggapan berupa “ya” atau “uhuh”.
3) Pernyataan ulang
(parafrase) :
menyatakan ulang verbalisasi konseli, menggunakan kosa kata yang hampir sama
4) Klarifikasi
: konselor menyatakan maksud dari pernyataan konseli degan menggunakan
kata-katanya sendiri, untuk mengklarifikasi maksud konseli.
5) Persetujuan
: konselor menegaskan kebenaran informasi atau mendorong konseli dalam
memberikan determinasi pribadi.
6) Arahan umum
: konselor mengarahkan konseli untuk bicara lebih banyak mengenai sebjek
tertentu.
7) Interpetasi :
konselor menggunakan prinsip psikodiagnosis untuk menyebutkan sumber stres
konseli atau penjelasan untuk motivasi konseli dan perilakunya. Pernyataan
konselor diberikan berupa hipotesis, dan konseli dihadapkan dengan cara baru
untuk melihat dirinya sendiri.
8) Penolakan :
konselor berusaha membalik tingkah laku atau persepsi konseli dengan cara aktif
menasihatkan pola tingkah laku yang berbeda atau menyarankan cara interprestasi
kejadian hidup yang berbeda dengan yang ditunjukkan oleh konseli.
9) Menenangkan
: konselor menyatakan bahwa menurut penilaian, keprihatian konseli bukan hal
yang asing dan bahwa orang-orang dengan permasalahan serupa telah sukses
mengatasinya. Konseli akan merasa bahwa penenangan yang diberikan bersifat
mendukung, namun juga dapat merasa bahwa permasalahan yang dia hadapi tidak
dianggap serius oleh konselor.
10) Memperkenalkan
: konselor meninggalkan pernyataan terakhir konseli dan Informasi barumeminta
konseli untuk mempertimbangkan materi baru.
Jenis arahan yang digunakan oleh konselor
ditentukan sebagian oleh pendekatan teoritis yang dipakainya dan tahap
konseling yang sedang berjalan, antara lain :
1) Arahan
minimalis
2)
Arahan maksimalis
c. Menanggapi
dengan multi fokus
Manusia mempunyai cara sendiri dalam memproses
informasi melalui indra mereka. Konselor dapat meningkatkan keefektifannya
dengan mengingat bahwa daya terima individu berbeda satu sama lain, dan bahwa
gaya yang digunakan dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku.
Pentingnya memberikan tanggapan dalam bahasa
konseli itu sendiri juga sangat bermanfaat. Konselor perlu membedakan antara
cara bicara yang dominan, antara lain:
1)
Tanggapan afektif berfokus
pada perasaan konseli
2)
Tanggapan perilaku berfokus
pada tindakan
3)
Tanggapan kognitif berfokus
pada pola pikir
d.
Empati yang akurat
Menurut Rogers (dalam Gladding, 2012: 187) ada
dua faktor yang membuat empati dapat diberikan, antara lain :
1)
Menyadari bahwa “perasaan
yang tak terbatas” sebenarnya tidak ada
2)
Mempunyai sekuritas personal
sehingga “anda dapat membiarkan diri anda masuk ke dunia orang lain, dengan
tetap mengetahui bahwa anda dapat kembali ke dunia anda sendiri”.
Empati
memiliki dua tipe, antara lain :
1)
Empati primer, jika diberikan
secara tepat, melibatkan pengkomuni-kasian
pemahaman dasar tentang apa yang dirasakan oleh konseli dan pengalaman, serta
tigkah laku yang melandasi perasaan tersebut. Hal ini membantu membangun
hubungan konseling, mengumpulkan data, dan mengklarifikasi masalah.
2)
Empati tingkat lanjut, jika
diberikan secara tepat, dapat mencerminkan tidak hanya apa yang dinyatakan
secara gamblang oleh konseli, namun juga apa yang diimplikasikan atau
disebutkan secara tidak lengkap.
Empati
melibatkan tiga elemen, yaitu: perseptif, pengetahuan, dan asertif. Beberapa
tingkatan tanggapan mencerminkan aspek empati konselor yang bervariasi. Skala
yang dirumuskan Carkhuff, yang disebutkan pemahaman empati dalam proses
antarpribadi, adalah tolok ukur untuk tingkatan tersebut. Masing-masing dari lima
tingkatan tersebut mengurangi maupun menambah arti dan rasa dari pernyataan
konseli, antara lain :
1)
Ekspresi verbal dan tingkah
laku konselor tidak memperhatikan atau lepas dari ekspresi verbal dan tingkah
laku konseli
2)
Meskipun konselor menanggapi
ekspresi perasaan konselinya, dia melakukannya dengan cara yang cukup membuat
konseli mengurangi pembicaraannya.
3)
Ekspresi konselor dalam
menanggapi ekspresi konseli pada pokoknya memilki kemiripan
4)
Tanggapan konselor dapat
memberi tambahan nyata terhadap ekspresi konseli dengan cara sedemikian rupa,
sehingga mengekspresikan perasaan secar lebih mendalam dari apa yang dapat
diekspresikan oleh konseli tersebut sebelumnya.
5)
Tanggapan onselor dapat
memberikan tambahan yang signifikan terhadap perasaan dan arti dari ekspresi
konseli dengan cara sedemikian rupa, sehingga mengekspresikan secara akurat
tingkat perasaan lebih dari apa yang dapat diekspresikan konseli
e.
Pengungkapan diri (self disclosure)
Pengungkapan diri dapat diartikan sebagai
teknik yang digunakan dengan sadar dan sengaja dimana klinisi berbagi informasi
mengenai kehidupannya di luar hubungan konseling.
Pengungkapan diri dari pihak konseli diperlukan
demi kesuksesan konseling. Namun, konselor tidak selalu harus mengungkapkan
diri. Dalam hal pengungkapan diri, hubungan konselor-konseli harus dievalusi
secara individu dan jika pengungkapan dilakukan, sebaiknya pengungkapan ini
disesuaikan dengan kebutuhan konseli.
f.
Imediasi (Immediacy)
Imediasi
berfokus pada kondisi sekarang dan hubungan terapeutik, baik dari prespektif
perasaan konseli maupun konselor. Inti dari kegiatan imediasi melibatkan
pemahaman dan komunikasi dari konselor dan konseli tentang apa yang terjadi
diantaranya dalam hubungan bantuan ini, khususnya perasaan, impresi, dan
ekspektasi. Pada dasarnya ada tiga macam imediasi, yaitu:
1)
Imediasi hubungan
keseluruhan, “Bagaimana perkembangan kita?”
2)
Imediasi berfokus pada
beberapa peristiwa khusus, “apa yang teerjadi dengan kita saat ini?”
3)
Pernyataan yang melibatkan
diri sendiri (contohnya, tanggapan pribadi kepada seorang konseli yang
kadang-kadang meyulitkan), “saya suka cara Anda mengendalikan hidup Anda pada
situasi itu?”
Turock
menyebutkan ada 3 ketakutan yang dimiliki konselor dalam menerapkan imediasi,
antara lain:
1)
Konselor takut jika konseli
salah menginterprestasikan pesan yang dikirim.
2)
Imediasi dapat menimbulkan
hasil yang tidak diharapkan.
3)
Imediasi dapat mempengaruhi
keputusan konseli untuk mengakhiri sesi konseling, karena tidak dapat
mengontrol atau memanipulasi hubungan yang telah terjalin.
Egan
(dalam Gladding, 2012: 192) mengatakan bahwa imediasi sebaiknya digunakan pada
situasi di bawah ini :
1)
Saat hubungan mengalami
kebuntuan
2)
Ada ketegangan
3)
Rasa percaya dipertanyakan
4)
Ada kesengajaan sosial antara
konseor dan konseli, seperti perbedaan pendapat
5)
Konseli terlalu tergantung
pada konselor
6)
Konselor terlalu bergantung
pada konseli
7)
Ada keterlibatan satu sama
lain antara konselor dan konseli.
g.
Humor
Humor mencakup pemberian tanggapan yang tidak
harmonis atau tidak diharapkan terhadap suatu pertanyaan atau situasi tertentu.
Humor dalam konseling tidak boleh ditujukan untuk melecehkan seseorang. Humor
seharusnya digunakan untuk menjembatani hubungan konseli dan konselor. Jika
digunakan secara tepat, humor dapat menjadi sebuah alat klinis yang mempunyai
banyak manfaat terpeutik.
Secara keseluruhan, humor memberi kontribusi
untuk menciptakan daya pikir yang kreatif, membantu menjaga semuanya tetap
dalam perspektif, dan membuat pengeksplorasian aspek kehidupan yang sulit,
memalukan, atau tidak layak menjadi lebih mudah.
h.
Konfrontasi
Menurut
Leod (2010: 386) konfrontasi adalah menguak diskrepensi atau kontradiksi tetapi
tidak menghadirkan alasan untuk diskrepensi tersebut. Diskrepensi tersebut
dapat terjadi antara kata dan perilaku, antara dua hal yang diucapkan oleh
konseli, atau antara persepsi konseli dan konselor.
Konfrontasi
bersifat mengundang. Jika digunakan sebaik mungkin, konfrontasi menantang konseli
untuk mengamati, mengubah, atau mengontrol suatu aspek tingkah laku, yang
sebelumnya tdak ada atau digunakan secara tidak tepat. Konfrontasi melibatkan
pemberian umpan balik meta-komunikasi yang berbeda dengan apa yang diinginkan
atu diharapkan oleh konseli.
Konfrontasi
yang baik, bertanggung jawan, penuh kasih, dan tepat dapat menumbuhkan dan
mendukung pengamatan yang jujur terhadap diri sendiri.
i.
Kontrak
Ada dua aspek dalam kontrak, antara lain :
1)
Kontrak berfokus pada proses
2)
Kontrak berfokus pada hasil
Keuntungan
dari penggunaan kontrak dalam konseling adalah sebagai berikut :
1)
Memberikan catatan tertulis
mengenai tujuan yang sesuai kesepakatan konseor dengan konseli akan dikejar,
dan arah tindakan yang akan diambil
2)
Bentuk kontrak yang resmi dan
ada batas waktunya dapat berfungsi sebagai motivator bagi konseli yang suka
menunda pekerjaan
3)
Jika kontrak dipecah dalam
beberapa bagian, konseli akan merasa lebih yakin bahwa permasalahan yang
dihadapinya dapat dipecahkan
4)
Kontrak menempatkan tanggung
jawab perubahan pada konsei dan oleh karena itu, mempunyai potensi untuk
memberdayakan konseli dan membuatnya lebih responsif terhadap lingkungan dan
lebih bertanggung jawab atas tingkah lakunya.
5)
Sistem kontrak, yang secara
spesifik menggarisbawahi jumlah sesi yang akan diadakan memberikan jaminan
bahwa konseli akan datang kembali untuk melakukan konseling secara berkala.
Ada
beberapa pendekatan untuk membuat kontrak. Goodyear dan Bradley menawarkan
rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas secara maksimal, yaitu :
1)
Konselor harus menunjukkan
kepada konseli, kalau tujuan konseling adalah kerja
2)
Kontrak konseling difokuskan
kepada perubahan dalam perilaku konseli, daripada ketidakhadiran konseli.
3)
Dalam membuat kontrak,
konselor harus menekankan untuk tidak memasukkan kata-kata yang mengelabuhi.
4)
Konselor harus waspada pada
tujuan konseli yang diarahkan untuk membuat orang lain senang, misalnya harus,
atau pasti.
5)
Menentukan secara konkrit apa
yang ingin diperoleh konseli melalui konseling.
6)
Konselor harus menegaskan
bahwa kontrak berfokus pada perubahan .
Cara
lain yang lebih singkat untuk memikirkan apa yang harus tercantum di dalam
kontrak adalah menggunakan akronim SAFE, dimana
S : spesifikasi
(tujuan treatment)
A : awareness
atau kesadaran (pengetahuan akan prosedur, tujuan, dan efek samping konseling)
F : fairness atau keadilan (hubungan harus seimbang dan
baik konselor maupun konseli mempunyai cukup informasi untuk mulai bekerja)
E : efficacy
atau keefektifan (memastikan konseli diperdayakan dalam bidang yang dia
pilih dan pengambilan keputusan)
Menurut
Thomas dan Ezell, ada beberapa kelemahan dari sistem kontrak, antara lain :
1)
Konselor tidak bisa menahan
konseli dengan kontrak.
2)
Beberapa permasalahan konseli
tidak bisa dijamin pada sistem kontrak
3)
Cara kontraktual dalam
menangani masalah yang berfokus pada perilaku eksternal
4)
Daya tarik awal dalam kontrak
terbatas.
j.
Latihan
Latihan ada dua macam, yaitu
:
1)
Latihan terbuka mengharuskan
konseli melakukan verbalisasi atau melakukan apa yang akan dia lakukan
2)
Latihan tertutup adalah
membayangkan atau mereflesikan tujuan yang diinginkan.
Latihan ini memiliki beberapa
manfaat, antara lain :
1)
Membuat konseli tetap fokus
pada tingkah laku yang relevan disela-sela sesi
2)
Membantu konseli melihat
dengan jelas kemajuan apa yang telah dicapainya
3)
Memotivasi konseli untuk
mengubah tingkah lakunya
4)
Membantu konseli mengevaluasi
dan memodifikasi aktivitasnya
5)
Membuat konseli lebih
bertanggung jawab
6)
Merayakan terobosan yang
telah dicapai dalam konseling
2.
Transference
dan Counter-transference
a.
Transference
Transference adalah
proyeksi perasaan, sikap atau keinginan konseli yang lalu maupun sekaranga
kepada konselor (Brammer, 1998). Transferencedapat
digunakan dalam dua cara, yaitu: transferenceuntuk
membantu konselor memahami konseli dengan baik, transferencesebagai cara untuk memecahkan masalah konseli.
Ada lima pola perilaku transference sering muncul dalam konseling, antara lain : konseli menganggap
konselor adalah sosok yang ideal, pelindung, pengayom, pembuat frustasi, atau
orang yang tidak dikenal. Menurut Cavanagh transference
bisa terjadi secara langsung atau tidak langsung. Transference langsung digambarkan dengan baik oleh konseli misalnya,
konseli menganggap konselor sebagai ibunya. Transference
tidak langsung ini sulit dikenali, biasanya terungkap Dalam tindakan dan
pernyataan konseli yang tidak secara jelas berhubungan langsung dengan
konselor.
Transference ada yang
bersifat positif dan bersifat negatif. Transference
positif ini dapat berupa kekaguman konseli kepada konselor. Transference negatif ini misalnya
konseli menuduh konselor mengabaikan konseli atau berperilaku negatif pada
konseli.
b. Countertransference
Countertransferencemengacu
pada reaksi atau tingkah laku konselor yang diproyeksikan kepada konseli.
Reaksi countertransference bisa saja
tidak masuk akal, menekankan antarpribadi, dan neurotik, muncul dari
permasalahan konselor sendiri yang belum terselesaikan. Counter-transferenceini
dapat menggangu hubungan konseling.
Kernberg
(dalam Gladding, 2012: 201) menggunakan dua pendekatan utama untuk masalah
konseptualisai countertransference, yaitu:
1) Pendekatan
klasik, dimana countertransference
dipandang negarif dan dilihat sebagai reaksi tidak sadar yang dilakukan
konselor baik langsung maupun tidak langsung.
2) Pendekatan
total, dimana countertransferencedipandang
positif. Menurut pendekatan ini, countertransference
adalah sebuah alat diagnosis untuk memahami aspek motivasi tidak sadar yang
dimiliki konseli.
Blanck
dan Blanck menambahkan satu pendekatan lagi, yaitu melihat countertransference sebagai hal yang positif dan negatif. Menurut
Corey manifestasi countertransference
mengambil beberapa bentuk yaitu :
1) Merasakan
suatu keinginan yang konstan untuk menyenangkan hati konseli
2) Mengidentifikasi
diri terhadap permasalahan konsei secara berlebihan sehingga kehilangan
obyektifitas
3) Mengembangkan
perasaan romantis terhadap konseli
4) Memberikan
nasihat secara kompulsif
5) Mempunyai
keinginan untuk mengembangkan hubungan sosial dengan konseli.
Watkins
menganggap countertransferencedapat
diekspresikan dalam banyak cara, antara lain :over protektif, iba, penolakan, dan kasar.
3.
Hubungan
yang Nyata
Hubungan nyata adalah hubungan yang
berorientasi pada kenyataan, tepat sasaran, dan tidak menyimpang. Menurut
Carter, jika keahlian untuk memberi bantuan digunakan secara baik, hubungan
nyata akan tercipta. Konselor bersikap nyata dengan menunjukkan ketulusan,
mencoba memfasilitasi ketulusan dalam diri konseli, dan mencoba memandang dan
memahami konseli secara realistis.
Menurut Gelso dan Carter ada usulan spesifik
tentang sifat hubungan sejati, salah satunya yaitu hubungan semakin meningkat
dan mendalam selama proses konseling berlangsung, konselor dan konseli
mempunyai ekspektasi dan aktualisasi yang berbeda mengenai seperti apa hubungan
nyata itu.
Referensi
Gladding, T Samuel. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta:PT. Indeks
Leod, Mc John. 2012. Pengantar Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media
0 Response to "Bekerjasama dalam Hubungan Konseling"
Post a comment