3. TUJUAN DAN PRIORITAS SETTING PROFESIONAL
TUJUAN
DAN PRIORITAS SETTING
PROFESIONAL
Salah satu dari karakteristik utama dari pekerja
professional adalah memiliki otonomi untuk mengatur tujuan mereka dan juga
memiliki kemampuan dan integritas untuk mengevaluasi hasil dari praktek profesional
mereka. untuk membenarkan dan menjaga kepercayaan terhadap hal tersebut seorang
konselor profesional harus mampu mengandalkan diri mereka sendiri untuk
pekerjaan, klien, sistem klien, dan masyarakat sekitar.
1. Model-model Keefektifan
Manusia
Ada banyak teoritikus yang telah membangun model
dari perkembangan manusia dan keefektifan manusia yang membantu kita
mengkonseptualisasikan petunjuk yang ada dan mengatur tujuan yang akan dicapai
ketika kita bekerja klien. Paradigma kita selama ini adalah apa yang manusia
‘dewasa’ atau ‘sehat’ atau ‘bermanfaat’ hasilkan adalah pencerminan atau produk
dari nilai-nilai kita? Hal ini berdasarkan persepsi apa yang baik, apa yang
benar dan apa yang indah dalam kehidupan kita sebagai manusia, dalam masyarakat
tempat kita tinggal, dalam dunia tempat kita hidup (Smith, 1961).
Jika kita mengetahui batasan-batasan yang melekat
pada model-model berikut ini maka kita dapat menggunakannya sebagai pijakan awal
yang berguna bagi karir kita untuk menentukan tujuan umum dan prioritas
profesional
a. Konsep
Maslow “Aktualisasi Diri”
Secara literal aktualisasi diri berarti pemenuhan
atau realisasi dari potensi diri, yakni bakat, kecerdasan, dan kapasitas.
Gagasan tentang perkembangan sebagai pemenuhan potensi tertinggi seseorang
merupakan sejalan dengan nilai-nilai yang dalam konseling professional. Berikut
ini adalah lima belas daftar karakteristik aktualisasi diri oleh Maslow:
1. Memiliki orientasi yang
realistis
2. Menerima diri sendiri
dan orang lain
3. Spontanitas
4. Berfokus pada masalah
5. Tidak mudah terpengaruh
6. Memiliki otonomi dan mandiri
7. Memberikan apresiasi
pada orang lain dan hal atau benda
8. Memiliki pengalaman
yang mendalam
9. Memiliki kepedulian dan
rasa kasih saying terhadap umat manusia
10. Memiliki hubungan
interpersonal yang mendalam
11. Menanamkan nilai
demokratis serta bersikap demokratis
12. Mampu menyudahi kekhawatiran etnis dengan
keteguhan dan kepastian
13. Memiliki rasa humor
psikologis
14. Kreatif, orisinil dan
mampu berfikir dengan cara yang berbeda
15. Penolakan terhadap
ketidaksesuaian
b. Allport
“Kematangan Personal”
Berikut adalah karakteristik personal yang matang
atau dewasa menurut Allport:
1.
Mampu
mengembangkan diri, memiliki kapasitas
untuk member dan peduli terhadap orang lain.
2.
Membina
hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki
kapasitas untuk mengekspresikan cinta dan emosi secara intim kepada orang lain.
3.
Mampu
mengontrol emosi, dan juga mampu menekan
depresi dalam diri.
4.
Memiliki
persepsi dan kognisi yang realistis, mampu
memfokuskan energi
yang ada hanya untuk melakukan hal penting saja.
5.
Mampu
menerima diri sendiri, memiliki wawasan dan rasa humor, mampu
memahami diri sendiri, dan memiliki kesadaran, serta mampu melihat seseorang
dari perspektif yang luas.
6.
Memiliki
filosofi kehidupan yang satu, memiliki cara
pandang hidup yang menyatu dan terintegrasi.
c. Roger
“Orang yang Memerankan Fungsinya secara Optimal”
“Fully Functioning Person” atau orang yang
memerankan fungsinya secara optimal didefiniskan sebagai apa yang sudah
dilakukan oleh seseorang, bukan berkenaan dengan siapakah dirinya, atau
bagaimanakah dirinya (Rogers, 1962). Rogers berpendapat bahwa orang yang
memerankan fungsi optimal ialah mereka yang membuka lembar pengalaman baru dan mampu melihat
kemungkinan-kemungkinan yang ada. Lebih jauh lagi Rogers berpendapat mengenai berfungsi secara optimal dengan
mendiskripsikannya
kedalam “proses yang bernilai pada seseorang yang matang”.
d.
Jahoda “Perilaku
Normal”
Marie
Jahoda (1958) mendeskripsikan secara singkat mengenai pengertian keadaan mental
yang sehat atau ‘perilaku normal’. Ia mendeskripsikan bahwa seseorang yang
bermental sehat atau berperilaku normal ialah orang-orang yang menguasai
lingkungan sekitarnya, menunjukan kesatuan dan konsistensi, dan mampu
mempersepsikan dirinya sendiri dan dunia secara realistis.
e.
Shoben “Personality
yang Normal”
Shoben
mengembangkan teori milik Jahoda, ia mengubahnya menjadi normal personality. Konsep dari ‘normal’ yakni memiliki sense yang sama mengenai apa yang
menjadi keinginan dan ekspektasi dalam sebuah populasi sama halnya dengan
kebanyakan individu di lingkungan tersebut. Shoben menyebutkan ada 4
karakteristik untuk menjadi ‘normal’:
1.
Memiliki kemauan untuk
menerima konsekuensi dari sikap atau prilaku seseorang.
2.
Memiliki kapasitas untuk
hubungan interpersonal.
3.
Memilki obligasi atau
kewajiban terhadap masyarakat.
4.
Memiliki komitmen untuk
hidup secara ideal dan standar.
Model-
model yang sudah dijelaskan diatas pada dasarnya berusaha mengoptimalkan fungsi
manusia yang didapat dari pengalaman pribadi, nilai-nilai yang ada serta
prasangka dari tutor mereka.
2.
Model
dari Pengalaman Empiris
a.
Barron “Sound
Personality”
Baron (1954) melakukan sebuah studi
untuk mengoptimallkan fungsi, ia memilih populasi yang berasal dari lulusan
sebuah universitas dari beberapa fakultas. Konsep dari penelitian ini adalah
untuk menetapkan kematangan dan keefektifan seorang individu dalam membina
hubungan interpersonal.
Dari studi yang dilakukanya Baron
mengklasifikasian karakteristik yang muncul dari dua kelompok yang ada:
1. Keefektifan
dalam mengorganisir kerja.
2. Memiliki
persepsi yang akurat.
3.
Integritas etika.
4. Penyesuaian terhadap diri sendiri dan orang
lain.
b.
Heats “Personalitas
yang Sehat”
Menurut
model Heat proses pertumbuhan yang sehat meliputi:
1.
Simbolisasi,
kemampuan individu untuk
merepresentasikan pengalaman kedalam kata, angka, gambar, musik dan sikap
2.
Alosentris,
merupakan istilah yang digunakan untuk
mereka yang sedang atau sudah berubah untuk meninggalkan egosentrisnya
masing-masing.
3.
Integrasi,
bertambahnya konsistensi dalam
pertumbuhan seseorang antara gambaran diri-sendiri dengan persepsi orang lain
dalam menilai individu tersebut.
4.
Stabilisasasi,
orang yang sehat tumbuh menjadi seseorang
yang stabil seiring dengan berjalanya waktu.
5.
Otonomi,
seseorang yang tumbuh dengan sehat
cenderung menjadi seorang yang semakin memiliki kepercayaan diri terhadap
ekspektasi dan pengaruh eksternal.
Strupp & Hadley
mengidentifikasi tiga perbedaan sumber munculnya konsep sehat dan berfungsi
secara optimal datang, yakni; sumber pertama datang dari psikologis dan ilmuwan
yang mempelajari tentang perilaku manusia, sumber yang kedua yaitu dari
masyarakat itu sendiri, dan yang terakhir berasal dari ekspektasi peran sosial.
3.
Mengubah
Tujuan Umun Menjadi Praktek Profesional
Dalam
proses konseling, konselor membantu klien untuk memikirkan, mengklarifikasi dan
mendeklamasikan kembali tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh klien, seorang
konselor membantu klien melakukan mobilitas dan melakukan langkah maju kedepan
guna mencapai tujuan yang sudah dirumuskan.
a. Indikator
Sukses
Indicator
kesuksesan membantu klien mengikat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dalam
kurun waktu, tempat, situasi, dan sikap yang spesifik. Menjadi semakin sensitif merupakan salah satu
indikasi sukses.
b. Penilaian
kebutuhan
Dalam penilaian kebutuhan kita
berusaha untuk mengidentifikasi kebutuhan apa yang diperlukan oleh klien atau
sistem klien dalam sebuah sense yang
spesifik dimana klien bersedia bekerja dengan sungguh-sungguh dan dengan cara
yang praktis sekarang dan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan
identifikasi dan memilih prioritas dalam menentukan tujuan serta memilih indikator sukses yang sesuai
c. Sikap
Objektif
Karena objektifitas menaksir
kemajuan, maka ia haruslah sesuatu yang bisa diamati. Berikut adalah tiga
karakteristik utama dari sikap objektif;
·
Objektif dinyatakan
kedalam suatu bentuk sikap yang bisa diamati.
·
Objektif menspesifikasi
tempat atau situasi dimana sikap tersebut terjadi.
·
Objektif menspesifikasi
kriteria-kriteria
standar untuk mengidentifikasi kapan sikap
Ketika
kita mampu membangun sikap objektif yang spesifik dengan klien maka kita dapat
memonitor perkembangan, memberikan feedback, tentang prosedur konseling yang
efektif dan memastikan bahwa klien mendapat simulasi dan kepuasan dari
pencapaian mereka.
d. Mengukur
Pencapaian Tujuan
Konselor mampu mengukur tujuan pencapaian dengan klien
memiliki alat-alat penting yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas tempat praktik profesionalnya.
Dalam arti sebenarnya hubungan konselor klien telah menjadi
"sistem terbuka" yang mampu
mendapatkan umpan balik dan mengendalikan operasi sendiri. Salah satu cara yang dapat memantau dan mengukur pencapaian tujuan adalah metode disebut "pencapaian tujuan skala" (Kiresuk &
Sherman, 1968). Dalam
hal ini metode konselor dan klien menilai kebutuhan yang terakhir dengan cara yang dijelaskan sebelumnya.
Sumber : Donald H.Blocher ( 2007).The Professional Counselor. New York :
Macmilan Publishing Company.Page 73-202)
0 Response to "3. TUJUAN DAN PRIORITAS SETTING PROFESIONAL"
Post a comment