1 KONSEP UNTUK MEMAHAMI KLIEN
KONSEP
UNTUK MEMAHAMI KLIEN
1. Konsep Tahap Kehidupan
Menurut
(Kimmel 1974. Dalam Donald H. Blocher 1987) “Hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaan konsep tahap hidup adalah bahwa konsep tersebut bisa menjadi memaksa
dan tidak berperasaan dalam mengkategorikan orang.
Konsep
Tahap hidup membangun perkembangan kerangka kerja dalam memahami peranan sosial
yang diharapkan, tugas perkembangan, dan transisi yang memicu diskontinuitas.
Rumusan tahap hidup berawal dari teori perkembangan Freud tentang tahapan
psikoseksual dalam masa kanak-kanak.
a.
Model Tahap Perkembangan
Hidup
1)
Tahap
pengorganisasian,
Tahap
pengorganisasian sangat kompleks, oleh karena itu tahap ini dibagi kedalam
beberapa sub-tahap.
Bayi / infancy (lahir-
3 tahun) pada saat dilahirkan setiap bayi
membawa sejumalah potensi dalam diri mereka. Allport (1963) dalam Donald H.
Blocher 1987 menyatakan bahwa bayi
merupakan sebuah fenomena psikologis.
Erikson
(1963) dalam
Donald H. Blocher 1987 menjelaskan bahwa Tugas perkembangan dari bayi secara
garis besar berhubungan dengan perkembangan kepercayaan dan afiliasi kepada
bayi atau orang dewasa sekitar. perkembangan kepercayaan menjadi tugas utama yang paling krusial
untuk bayi dapat melanjutkan ke tugas perkembangan selanjutnya. Sebagai contoh
dari perkembangan kepercayaan dari bayi ialah ia mampu berpisah dengan ibunya
dalam waktu yang lama dan semakin lama tanpa mengalami kecemasan.
Masa awal anak-anak
(3-6 tahun) ketika seorang bayi tumbuh dan
memasuki masa awal anak-anak maka lingkungan sosial disekitarnya berubah dengan
cepat. Ketika anak tumbuh maka ia mendapat peran baru, saudara dan juga teman
bermain adalah dua peran yang didapat seorang anak yang memasuki masa awal
anak-anak. Dalam peran tersebut si anak diharapkan mampu berbagi, bekerjasama
dan berkomunikasi.
Akhir masa kanak-kanak
(6-12 tahun) Menurut Erikson (1963) dalam
Donald H. Blocher 1987 kunci pada
tahapan ini adalah konsep inisiatif dan
industry. Dalam inisiatif dan industri memerlukan perencanaan
dan organisasi tugas perkembangan. Inisiatif
memerlukan kepercayaan diri dan kekuatan mental untuk melupakan kegagalan yang
pernah terjadi dan membalas kegagalan tersebut dengan mengerahkan segenap
akal-pikiran, kegembiraan dan penuh antusias.
Masa remaja awal (12-15
tahun) masa ini dikenal sebagai periode yang
paling kritis dalam tahap perkembangan manusia.
Gelombang psikologis berubah dalam banyak hal dan bersamaan dengan
ekspektasi atau tuntutan untuk menjadi dewasa yang kemudian menimbulkan ketidak
seimbangan.
Dua
perubahan penting dalam ekspektasi peran terjadi pada tahap masa remaja awal.
Coleman (1962) dalam Donald H. Blocher 1987 menerangkan bahwa masa remaja awal
merupakan periode dimana pengaruh keluarga dan sekolah mulai berkurang. Ketika
ekspektasi dalam keluarga dan sekolah saling bertentangan maka memungkinkan
terjadinya ‘bind situation’ yang akan
memicu timbulnya kecemasan.
Menurut
Erikson (1963) dalam Donald H. Blocher 1987 masalah dalam tugas perkembangan utama dari
remaja awal adalah konflik identitas dan
kebingungan peran. Integritas dari peran baru, emosi yang labil, nilai-nilai
baru yang muncul dan berbagai aspirasi adalah bagian dari ‘krisis identitas’.
2) Tahap Eksplorasi.
Pada
tahap ini individu bereksperimen dengan hubungan baru pertemanan, kenalan,
pendidikan dan karier. Hal ini menuntut individu untuk belajar memberi dan
menerima dalam berbagai situasi berdasarkan mutuality
dan cooperation yakni hal-hal
yang bersifat saling menguntungkan dan kerjasama.
Masa remaja akhir(15-23
tahun) peran sosial baru pada tahap ini sangat
banyak sehingga seringkali menimbulkan kebingungan. Misal pekerja, pemimpin,
bawahan, supervisor, dan rekan atau kolega. Pada tahap ini
peran-peran baru ini akan mulai berkompetisi dan bertentangan satu sama lain
sehingga akan membuat individu menghadapi masalah yang jauh lebih kompleks
dalam mengatasi masalah dan membuat keputusan.
Kunci
dari tugas perkembangan pada masa remaja akhir adalah perkembangan pendidikan
dan kejuruan. Krisis identitas yang terjadi pada awal masa remaja berubah
menjadi identitas sebagai pekerja. sebagaimana Super (1957) dalam Donald H.
Blocher 1987, menyatakan bahwa proses perkembangan kejuruan melibatkan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan implementasi identitas seseorang
didalam dunia kerja.
Dewasa awal (24-30
tahun) masa dewasa awal merupakan periode yang
cukup krusial dalam perkembangan individu dimana kecakapan individu akan diuji.
Dua peran sosial yang diuji dalam tahap ini adalah pernikahan dan keluarga.
Erikson
(1963) dalam Donald H. Blocher 1987, berpendapat bahwa tugas utama dalam tahap
ini adalah pencapaian intimacy dan commitment. Keintiman merupakan
kapasitas dari bentuk konkret afiliasi kejujuran dari sebuah persatuan dimana
persatuan tersebut kokoh meskipun memerlukan pengorbanan yang besar dari
masing-masing individu. Sementara komitmen merupakan bagian utama dari
keintiman. Komitmen merupakan kapasitas seseorang untuk mengatur waktu, energi dan kepercayaan diri. Kesuksesan
diberbagai bidang memerlukan komitmen didalamnya. Tanpa sebuah komitmen
kemungkinan untuk mengembangkan karier akan terbatas.
2. Tahap Realisasi
Pada
tahap realisasi seseorang seringkali memiliki kesempatan yang besar untuk
menginterpretasikan peran utama mereka dan juga memodifikasi maupun menolak
peran yang ada yang dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan mereka dan nilai-nilai
yang mereka yakini, hal ini disebut ‘role
freedom’. Role freedom memberi kesempatan kepada individu untuk
mengekspresikan diri mereka yang mana tidak mereka pada tahapan sebelumnya.
Ketika
seseorang mampu mencapai tahap role
freedom mereka akan mampu menafsirkan dan menerima peran yang akan
meningkatkan kepuasan personal dan kepercayadirian:
·
Leadership
roles dimana seorang individu mempunyai
kontribusi yang besar dalam sebuah project dan menerima pengakuan terutama
dalam hal keanggotaan dari sebuah organisasi.
·
Helping
roles dimana seorang individu berkontribusi
dalam meningkatkan kesejahteraan, pertumbuhan
dan perkembangan.
·
Creative
roles dimana seorang individu mampu
menciptakan kontribusi yang baru dan orisinil.
·
Accomplihsment
roles dimana seorang individu mampu mencapai
level berguna dan bermanfaat dalam lingkungan sosial.
Konseling
bertujuan untuk membantu seseorang mencapai role
freedom lebih dari psikoterapis yang
bertujuan untuk merekonsiliasi status quo
dari seorang individu. Tugas perkembangan utama pada tahap ini adalah
kemampuan untuk memanfaatkan kekuatan dan sumber yang ada untuk mencapai
tujuan dan nilai hidup yang utama. Kemampuan
ini disebut dengan generativity.
3. Tahap Stabilisasi
Pada
tahap ini seringkali terjadi ‘midlife
crisis’ yakni periode dimana seseorang takut pada kematian dan cenderung
menaksir kembali tujuan hidupnya (Jung, 1933) dalam Donald H. Blocher 1987.
Akibatnya seseorang mungkin akan mengubah karier, pernikahan, hubungan
kekeluargaan dan aspek-aspek lain dalam hidup mereka.
Levinson
(1978) menegaskan beberapa tugas perkembangan yang mendasar pada periode midlife crisis:
·
Menengok kembali,
menghargai dan pada akhirnya meninggalkan masa-masa dewasa awal.
·
Membuat keputusan besar
mengenai hal apa saja yang akan dilakukan pada tahun-tahun yang akan datang.
·
Mengatasi issue-issue
kritis dalam hidup.
Midlife transition merupakan
masa untuk membangun kembali dan mengembangkan kembali asprasi dan potensi
dalam diri. Perubahan karier, perceraian, masalah ketergantungan terhadap
alcohol dan depresi merupakan beberapa faktor yang memicu muunculnya midlife transition. Seseorang yang gagal
dalam menghadapi midlife transition mungkin
akan mengalami stagnation atau
keadaan stagnasi. Keadaan stagnasi membuat seseorang merasa tidak berguna,
tidak diperlukan dan tidak dicintai. Pemecahan terhadap midlife crisis berdampak pada keberhasilan atau kejayaan dari ‘generativity’ dari tekanan stagnasi dan
keputusasaan (Brim, 1976) dalam Donald H. Blocher 1987.
4. Tahap Ujian
merupakan
tahap akhir kehidupan, perkembangan optimal pada tahap ini adalah pencapaian ‘ego integrity’ yang diungkapkan oleh
Erikson (1963) dalam Donald H. Blocher 1987. Integritas adalah kemampuan untuk
menerima diri apa adanya dan menerima apa yang terjadi pada diri mereka. Integritas meliputi
kedamaian dalam hati termasuk penerimaan diri terhadap kematian sebagai bagian
dari tahapan hidup.
Pada
tahap ini ketika seseorang terbuka, fleksibel dan mampu beradaptasi terhadap
perubahan, kemungkinan ia akan mampu mengatasi stress yang mungkin terjadi.
b.
Konsep
Gaya Hidup
Pada konteks saat ini, kita menggunakan konsep
individual atau gaya hidup untuk menunjukan pola kognitif dan sikap seseorang
dalam menghadapi stress, mencari kepuasan, dan memahami permasalahan yang ada
dalam lingkungan.
1) Gaya Meniru.
Beberapa gaya meniru yang spesifik yang
mendefinisikan hubungan interaksi seseorang dengan lingkungan dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
·
Meminimalisir dan
Menjauhi hal atau situasi yang dapat
memicu stress.
·
Impulsive – Intuitive menghadapi stress dengan spontanitas
dan secepat mungkin tanpa harus membuat planning. Menghadapi sesuatu berdasarkan
apa yang dirasa benar dan mengikuti intuisi dalam dri.
·
Rasional–Analisis pada gaya meniru ini, seorang memilih
untuk menunda melakukan tindakan dalam situasi yang stressful hingga mereka
mampu menganalisa keadaan tersebut dengan seksama dan terkadang membuat rencana yang mendetail.
·
Confrontive-Tenacious, menemukan akar permasalahan kemudian
mengatasinya dengan strategi tertentu hingga hasil dari masalah tersebut jelas.
2) Gaya Interpersonal
Sikap interpersonal kita pelajari dari keluarga
semasa kanak-kanak, dimana pada waktu itu kita belum bisa menganalisa
keefektifan dari apa yang kita pelajari. Karen Horney (1950) dalam Donald H.
Blocher 1987. membagi gaya interpersonal kedalam tiga kategori:
·
Bergerak mendekat pada
orang lain pada gaya interpersonal
ini ketika seseorang mengalami stress ia cenderung bergerak mendekati orang
lain untuk mendiskusikan masalah mereka, berbagi perasaan, rasa takut mereka dan
mencari dukungan emosional dari orang lain.
·
Bergerak menjauh dari
orang lain pada gaya interpersonal ini, seseorang menjauh dari orang lain
ketika ia berada dalam situasi yang stressful. Gaya ini juga seringkali disebut
dengan ‘strong silent type’
·
Bergerak berlawanan
dari orang lain, pada gaya interpersonal ini seseorang
mengatasi stress dengan cara berlawanan dengan orang lain dengan cara yang
agresif dan menyakitkan. Gaya ini merupakan contoh dari fenomena ‘frustrasion-aggresion’ dimana seseorang
yang merasa frustasi melampiaskan rasa frustasinya kepada orang disekitar
dengan cara yang agresif.
3) Gaya Kognitif
Penelitian
dalam psikologi kognitif oleh Witkin (1978) dalam Donald H. Blocher 1987, menunjukan
bahwa orang mempunyai cara yang berbeda dalam mengorganisasikan persepsi dan
informasi dan gaya kognitif yang berbeda mempunyai implikasi yang penting bagi
sikap seseorang secara umum. Dalam penelitian ini ada dua gaya kognitif yang
berlainan, yakni;
·
Field
dependent adalah mereka yang berada pada beberapa
tingkatan kesulitan dalam memisahkan dan mendiskriminasikan bagian atau aspek
dari stimulus. Orang yang berada pada area ini secara kognitif kurang
fleksibel.
·
Field
Independent adalah orang-orang yang pada suatu
sisi dapat membedakan variabel-variabel dan fakta-fakta dalam situasi yang
kompleks. Orang yang berada pada area ini cenderung memiliki respon yang lebih
fleksibel, mereka lebih terbuka pada ide-ide, saran dan inovasi baru.
Gaya
kognitif cenderung mempengaruhi cara orang menyelesaikan tugas, masalah dan
mempelajari kesempatan. Dalam dunia konseling gaya kognitif seseorang akan
mempengaruhi bagaimana seseorang merespon saran, dan tugas yang diberikan serta
mengeksplorasi pengalaman.
2. Konsep Ruang Hidup
Konsep
ruang hidup adalah keadaan psikologis yang meliputi lingkungan fisik dan
persepsi individu terhadap suatu lingkungan. Ruang hidup tergambar dari peran
dan cara seseorang dalam membangun sebuah hubungan. Ruang interpersonal
seseorang diorganisir dan diterangkan dalam cara yang berbeda dan makna yang
berbeda pula.
a.
Peran
Sosial
Peran
sosial kurang lebih didefinisikan sebagai partisipasi seseorang dalam interaksi
sosial (Allport, 1963) dalam Donald H. Blocher 1987. Peran sosial memiliki
lebih dari satu dimensi dimana hal tersebut bisa menentukan bagaimana seseorang
menafsirkan sesuatu dan
mulai mengorganisir ruang hidup mereka:
·
Role
expectations, merupakan preskripsi kultur yang
secara umum diwariskan dari kelompok sosial masyarakat.
·
Role
conceptions, meliputi cara seseorang menampilkan
peran sesuai dengan persepsi dan ekspektasi.
·
Role
performance, meliputi cara seseorang bersikap
dalam sebuah situasi.
b. Stress
Secara
sederhana stress bisa diartikan sebagai ancaman terhadap kepuasan akan
kebutuhan dasar. Stress tidak selalu
berbahaya, dalam kenyataanya stress dalam ruang hidup seorang individu memicu
munculnya sikap dan pembelajaran baru. Kita dapat menguji tiga aspek utama dari
situasi stress dalam ruang hidup individu (Torrance, 1965) dalam Donald H.
Blocher 1987 yaitu meliputi; intensitas,
durasi, dan keadaan individu.
Tiga faktor ini mempengaruhi bagaimana stress berdampak pada tiap individu dan
bagaimana cara individu mengatasi dan memodifikasi tingkat stress.
·
Intensitas
faktor
yang paling nyata dan paling cepat dalam memunculkan reaksi stress meliputi
intensitas. Ketika mahluk hidup menghadapi stimulus yang memicu stress maka
reaksi umumnya adalah jelas dan terang.
Orang
yang mengalami stress berat, rasa sakit dan takut biasanya kehilangan kemampuan
mereka untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Stress berat akan menjadi sesuatu
yang bersifat merusak dan melemahkan seseorang apabila hal tersebut dialami
pada saat yang tak terduga dan tidak mampu diatasi (Cohen & Ahearn, 1980)
dalam Donald H. Blocher 1987.
·
Durasi
faktor
lain yang memicu stress adalah durasi. Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak.
Gejala-gejala
yang timbul pada stress kronik hampir sama pada gejala yang timbul pada stress
berat. Namun karena stress kronik relatif ringan maka gejalanya muncul setelah periode
waktu yang cukup lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sikap tempramen,
tidak sensitif
terhadap orang lain, masalah pencernaan dan suasana
hati yang labil akan semakin memperpanjang
stress kronik yang dialami oleh individu.
·
Keadaan
Individu
keadaan
kesehatan dari individu merupakan faktor penting dari reaksi stress. Kebiasaan
makan, tidur dan olahraga adalah aspek-aspek penting dalam mengontrol stress.
Kondisi fisik secara umum, usia, dan catatan kesehatan juga merupakan faktor
yang penting.
Dalam
usaha memahami ruang hidup klien dan menemukan hal yang menjadi sumber stress
klien, konselor perlu mendapat data tentang kesehatan umum klien dan data
tentang latar belakang pembelajaran sebelumnya.
c.
Support
Support atau dukungan adalah variabel lain yang akan
membantu kita memahami ruang hidup klien. Konsep support yang dimaksud disini
adalah dukungan yang meliputi faktor-faktor material dan relational. Dalam
menaksir ruang hidup klien atau orang yang berpotensi sebagai klien, tugas
pertama seorang konselor adalah memastikan level dukungan materi yang ada.
Aspek kedua dari support
adalah dukungan sosial atau emosional. Dukungan semacam ini hadir dari
hasil hubungan yang bersifat positif dan merupakan bentuk kepedulian terhadap
hubungan sesama dalam ruang hidup tiap individu.
Ketika seseorang tidak mendapatkan dukungan sosial
maka ia akan merasakan pengasingan, rasa tidak aman, sakit hati, putus asa dan
kesepian. Dalam hal ini seorang konselor seringkali mengawali konseling dengan
memberikan sedikit support dalam ruang hidup klien dengan memberikan hubungan
yang mendukung secara langsung.
Sumber : Donald H.Blocher ( 2007).The Professional Counselor. New York :
Macmilan Publishing Company.Page 73-202)
0 Response to "1 KONSEP UNTUK MEMAHAMI KLIEN"
Post a comment